Ini adalah salah satu Tulisan di buku “Ahok Gubernur 3M; Marah-Maki-Menuduh”, untuk mendapatkan buku ini, silahkan klik disini

Indonesian Lawyers Club (ILC) di TV One pada tanggal 3 Maret 2015 mengadakan diskusi dengan topik “AHOK-DPRD: ANGGARAN SILUMAN, SIAPA HANTUNYA?”, membahas persoalan kegaduhan pengesahan APBD DKI 2015.

Diskusi tersebut dihadiri anggota DPRD, Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, pengamat dan pakar dibidang politik dan hukum. Sayangnya Ahok yang juga diundang tidak hadir.

Dari diskusi di ILC TV One tersebut makin jelas duduk masalahnya, Ahok telah melakukan kesalahan dengan mengirimkan ke Kemendagri draft APBD yang bukan hasil pembahasan yang sudah disahkan dalam sidang Paripurna DPRD DKI pada tanggal 27 Januari 2015.

Banyak fakta-fakta baru yang terungkap dalam diskusi tersebut, diantaranya APBD versi Ahok yang dikirim Kemendagri banyak mengandung kesalahan, tidak taat perundangan, dan adanya anggaran yang fantastis.


Menurut saya, anggota DPRD DKI yang diundang di acara ILC ini kurang pass. Dua orang legislator tersebut[1] adalah yang selalu ribut dengan Ahok. Mestinya yang diundang ada yang lebih faham hukum dan pembawaannya tenang dan tidak sedang konfrontasi frontal dengan Ahok, misal Triwisaksana Sani, anggota DPRD DKI dari Fraksi PKS.

Setelah mengikuti keseluruhan diskusi di ILC dan pendapat semua pihak, baik yang terkait langsung dengan permasalah seperti DPRD dan Kemendagri, juga dari akademisi dan pengamat politik dan hukum maka bisa dilihat bahwa secara politik, etika, tata negara dan hukum, Ahok sudah telanjang (terlihat kesalahannya).

Sayang Ahok tidak hadir di ILC-nya Datuk @karniilyas tersebut. Harusnya Ahok hadir, jangan hanya membuat statemen searah di media, hanya membangun opini yang belum tentu benar. Andai Ahok hadir, semua statemen Ahok bisa dikonfrontir secara langsung. Jika Ahok benar pasti akan kelihatan, sebaliknya jika salah pasti juga akan terang.

Dari penjelasan Reydonnyzar Moenek, Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, sangat jelas bahwa ada ketidak-lengkapan dokumen draft APBD (APBD versi Ahok) yang dikirim Ahok untuk dievaluasi[2]. Dokumen yang dikirim Ahok bukan dokumen yang sudah dibahas dengan DPRD DKI, bukan dokumen yang disahkan di sidang paripurna DPRD DKI. Sangat jelas yang dilakukan Ahok ini salah secara aturan atau norma hukum[3].

Di dalam Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), sangat jelas disebutkan bahwa draft APBD yang dikirim ke Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), haruslah yang sudah disepakati oleh Kepala daerah bersama DPRD. Artinya sudah disahkan dalam sidang Paripurna DPRD DKI.

Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri sangat clear menyatakan, bahwa Ahok mengirim dokumen yang merupakan dokumen yang belum disepakati dengan DPRD DKI (APBD versi Ahok).

“Apakah ini salah? lha iya, salah berat malah kalau disengaja,”

Jadi dudukkan dulu persoalan pada kesalahan Ahok dalam mengirimkan draft APBD, jangan dulu dilebarkan kemana-mana.

Makanya saya katakan isu “sisipan anggaran siluman” yang dilontarkan Ahok ke publik lewat media (plus buzzernya[4]?) adalah pengalihan, untuk mengaburkan persoalan dan kesalahan yang diperbuat Ahok.

Itulah tujuan awal dulu saya twit soal ini[5]. Cara-cara Ahok tidak benar, dengan memanfaatkan media (+buzzer?) untuk mengalihkan persoalan, akhirnya malah #BikinRibut.

Jadi sampai point ini, semestinya kita semua harus jujur dan objektif dalam menilai, bahwa Ahok telah salah. Salah dalam “memanipulasidraft APBD 2015 yang dikirim ke Kemendagri. Jangan campur adukan dulu dengan isu sisipan dana siluman[6]. Isu yang dilempar Ahok ke media (+buzzer?) untuk menarik dukungan publik dan dijadikan alasan pembenar “manipulasi” pengiriman draft APBD yang  Ahok lakukan.

Nah, kalau kita sudah sepakat soal kesalahan Ahok di point ini, maka akan menjadi lebih mudah menilai secara objektif.

Saya pakai kata “manipulasi, karena ternyata setelah ketahuan draft APBD salah dan ditolak, Ahok secara sengaja mengakui bahwa dia sengaja lakukan itu, karena dia temukan “sisipan anggaran siluman” (versi Ahok). Nah, disinilah kesalahan kedua Ahok.

Alih-alih mengakui salah dan memperbaiki diri, tapi malah buat isu baru untuk cari pembenar dan serang DPRD DKI dengan isu “anggaran siluman”. Sehingga sangat wajar bahkan harus, DPRD DKI keluarkan hak angket[7]. Isu yang dilempar Ahok ini sudah menimbulkan persoalan yang akan berdampak luas ke publik.

Melalui Hak Angket tersebut, mestinya akan diketahui kebenaran, kenapa Ahok melakukan “manipulasi” dan juga bisa dicari oknum yang menyisipkan anggaran siluman tersebut[8].

Jadi Partai Politik harus mendukung Hak Angket tersebut jika betul-betul mewakili kepentingan Rakyat. Kalau ada Parpol yang menarik dukungan Hak Angket, pantas dipertanyakan komitmennya dalam mencari kebenaran[9].

Sampai disini mestinya dalam 2 point ini, kita sudah harus sepakat. Dan tidak perlu membuat save-savean[10], karena duduk persoalannya sangat jelas sekali, clear sekali.

Sekarang soal UPS, anggaran Siluman dan korupsi, yang dituduhkan Ahok. Menurut saya sebenarnya ini hanya kembang-kembang cara Ahok buat pengalihan isu saja. Mungkinkah atas usul tim konsultannya? Karena tidak ada hubungan sama sekali dengan 2 point yang kita sudah sepakati tadi.

Kenapa tidak ada hubungan? Ya jelas tidak ada hubungan, karena yang diributkan sesungguhnya draft R-APBD 2015, ya ada R-nya, artinya baru berupa rancangan APBD,  jelas belum ada korupsi disini, karena baru rencana, belum ada pelaksanaannya.

Soal adanya sisipan anggaran Siluman dalam APBD 2015, ini kan soal mudah mestinya. Jika betul ada, Ahok tinggal laporkan polisi. Laporkan Polisi karena ini namanya kasus pemalsuan, tidak pernah dibahas tapi muncul di draft APBD hasil pembahasan, bukan kasus Korupsi.

Tidak perlu mestinya Ahok ramekan di media, karena ada hukum yang bisa menanganinya. Ada hukum yang bisa menjerat kasus pemalsuan draft APBD tersebut, jika yang dituduhkan Ahok tersebut betul-betul ada. Tapi celakanya, Ahok tidak pernah melaporkan pemalsuan tersebut, hanya ributkan di media, dengan bukti-bukti versinya sendiri, menghakimi sendiri.

Mungkin Ahok sengaja buat ribut di media untuk mencari dukungan publik. Karena kalau pun betul ada sisipan anggaran siluman yang tidak pernah dibahas di DPRD, tetap saja Ahok tidak boleh memanipulasi draft APBD yang dikirim ke Kemendagri. Perbuatan Ahok mengirimkan APBD versi Ahok, tetap salah dan melanggar Undang-Undang.

Kita apresiasi akhirnya Ahok akan melaporkan ke KPK, walau agak terlambat, setelah ribut, terkesan seperti untuk “gertakan” saja. Iya gertakan, karena tidak mungkin rasanya Ahok akan laporkan ke KPK untuk persoalan draft APBD 2015, apa urusannya dengan tugas KPK[11]?

KPK itu urusannya korupsi, apa urusan dengan pemalsuan sisipan anggaran siluman? inikan masih RABPD, baru rancangan, darimana korupsinya? Kecuali terjadi suap dalam pembahasan APBD tersebut baru KPK bisa turun tangan.

Dan terbukti Ahok tidak melaporkan soal RAPBD 2015. Dari berbagai sumber, Ahok ternyata laporkan dugaan Korupsi pada APBD 2014. Ini makin kacau lagi, apa hubungannya dengan manipulasi draft APBD 2015, yang katanya ada sisipan anggaran Siluman.

Tentu kalau laporannya adalah dugaan Korupsi APBD 2014, maka yang tertuduh pertama kali pastilah Eksekutif[12]. Kenapa? Karena APBD sudah sah untuk dilaksanakan, sudah disepakati oleh Gubernur dan DPRD pada tahun 2014 dan disetujui oleh Kemendagri.

APBD yang sudah sah menjadi tangungjawab eksekutif dalam pelaksanaanya. Pemegang dan pengelola anggaran itu Eksekutif bukan DPRD. Yang siapkan anggaran, yang adakan lelang, yang terima barang itu eksekutif bukan DPRD.

Nah. ini mestinya jadi tanggung jawab Ahok untuk mengawasi. Akan aneh jika Ahok menyatakan bahwa dia sudah tahu Anggaran Siluman di APBD 2013 dan 2014, tahu pengadaan UPS yang tidak sesuai, tapi pengadaannya tetap terjadi[13].

Jika betul Ahok tahu ada anggaran Siluman di APBD 2013 dan 2014, sama saja dia menuduh Gubernur sebelumnya yang ia gantikan, Pak Jokowi, mensepakati anggaran Siluman di APBD DKI.

Karena jika APBD sudah disahkan Kemendagri, sebenarnya semua sudah dicek, dievaluasi, dan sah untuk dilaksanan, tidak ada lagi yang namanya Siluman.

Jika semua sudah sah dilaksanakann namun Ahok menuduh itu anggaran Siluman dan Ahok bisa membuktikan, maka hemat saya, yang mengesahkan APBD 2014 tersebutlah yang mestinya bisa ditersangkakan, yaitu pak Jokowi, DPRD periode sebelumnya dan Mendagri sebelumnya

Itu kalau tuduhannya anggaran Siluman dan Ahok tahu dari awal bahwa itu anggaran siluman. Seperti anggaran UPS dengan nilai Rp5 Milyar di APBD 2014 tersebut.

Koq begitu? Ya harus begitu, karena statemen Ahok jelas, “saya tahu anggaran itu Siluman sedari awal”. Dan menurut saya, Ahok pun bisa kena, karna membiarkan terjadinya kejahatan korupsi yang sudah dia ketahui.

Jadi kita harus dukung KPK mengusut APBD 2014 ini dan kita dukung Ahok membuktikan omongannya tersebut, bahwa dia tahu itu Anggaran siluman[14]. Atau mungkin Ahok bisa dijadikan Whistle Blower #Smile, soal ini mungkin ahli hukum yg bisa jelaskan.

Jadi, sampai dengan hari ini, mestinya keributan ini sudah makin jelas. Kesalahan Ahok adalah “memanipulasi” draft APBD 2015. Soal tuduhan adanya  sisipan anggaran Siluman tidak bisa dijadikan sebagai pembenar atas perbuatan Ahok melakukan “manipulasi” pengajuan draft APBD ke Kemendagri.

Soal tuduhan ada Korupsi di APBD sebelumnya, APBD 2014, itu urusan lain lagi, tidak ada hubungan dengan draft APBD 2015.

Mari dukung KPK mengungkap tuntas persoalan ini.

Jadi dengan mendudukkan pada aturan, apalagi dari penjelasan para narasumber di acara ILC tersebut, semestinya warga DKI tidak perlu lagi adakan save-savean Ahok maupun save DPRD.

Yang palng tepat adalah mendukung DPRD menjalankan hak Angketnya. Persoalannya sangat clear, untuk membuktikan bahwa semua keributan yang sudah diperbuat Ahok, terbukti salah.

Ahok harus mempertanggungjawabkan semua, termasuk resiko kalau di impeach[15], jika itu memang layak dan terbukti.

Kasus ini harus dituntaskan, jangan sampai terjdi lobi-lobi penyelesaian dibelakang layar, apalagi sampai menarik hak Angket. Jika hak angket dicabut artinya rakyat dibujuki[16], mereka kongkalingkong[17] dibelakang rakyat.

Terakhir, kalau boleh saran, Ahok kurangi lah bicara dan kurangi emosi, kurangi marah-marah. Kadang saya suka bingung, setelah melihat Ahok lantas melihat Risma, Walikota Surabaya. Ahok saya lihat dimana-mana muncul; di TV, di media online, ngomooonggg saja sambil marah-marah. Jarang saya melihat Ahok bekerja. Sebaliknya Risma itu jarang muncul di media, apalagi TV. Jarang saya melihat Risma ngomel, apalagi marah-marah didepan publik.

Membuat saya bingung entah mana yang wanita. #Smile

Demikian, semoga segera selesai dan ditangkap Silumannya.


[1] Anggota DPRD DKI yang hadir diacara ILC ini adalah H. Abraham Lulung Lunggana, Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi PPP dan Mohammad Sanusi, ketua komisi D DPRD DKI dari Fraksi Gerindra.
[2] Pernyataan Reydonnyzar Moenek di acara ILC tersebut dapat disaksikan di youtube http://bit.ly/2aT2JoF
[3] Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 66 ayat 1d, Pasal 99 dan Pasal 101 ayat 1b, yang intinya menjelaskan bahwa APBD harus dibahas bersama antara Kepala Daerah dengan DPRD.
[4] Buzzer adalah akun di social media yang khusus bertugas untuk mengendors dan membincangkan hal-hal tertentu atau topik tertentu sesuai dengan pesanan. Dalam dunia periklanan, buzzer sering digunakan untuk promosi produk/brand, dalam dunia politik buzzer digunakan untuk mendukung seorang tokoh politik atau partai politik.
[5] Baca tulisan di buku ini dengan judul “Ahok Tepuk Air Di Dulang Kena Muka Sendiri”
[6] Dibeberapa penulisan disebut titipan dana siluman, ditulisan lain sisipan anggaran Siluman, atau anggaran Siluman, semua istilah itu merujuk pada maksud yang sama, yaitu adanya dokumen yang diselipkan ke APBD hasil pembahasan antara Pemprov dan DPRD DKI. Dokumen yang disisipkan tersebut tidak pernah dibahas (menurut Pemprov DKI dalam hal ini Ahok) saat pembahasan dengan DPRD, tapi muncul di draft APBD hasil pembahasan (APBD versi DPRD), seperti anggaran pengadaan UPS. Hal inilah yang jadi alasan Ahok mengirimkan draft APBD yang belum dibahas bersama DPRD DKI (APBD versi Ahok).
[7] Hak angket adalah salah satu hak yang melekat pada anggota DPR/DPRD sebagaimana tercantum pada pasal 79 ayat 1b, pasal 322 ayat 1b UU No. 17/2014 Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3). Hak angket adalah hak untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa/daerah, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 79 ayat 3 dan pasal 322 ayat 3).
[8] Sampai buku ini dicetak pada Agustus 2016, isu adanya sisipan dokumen pada APBD DKI 2015 hasil pembahasan dengan DPRD DKI tidak pernah terungkap siapa pelakunya, apakah benar ada atau tidak. Masalah ini sudah dilaporkan Ahok ke KPK RI pada Awal Maret 2015 tapi hingga kini tidak jelas kelanjutan kasusnya.
[9] Saat Hak Angket digulirkan dan mendapat dukungan dari berbagai anggota DPRD DKI, tiba-tiba beberapa Partai Politik (Parpol) mengeluarkan instruksi kepada anggotanya di DPRD DKI untuk tidak memberikan dukungan pada Hak Angket yang digulirkan. Parpol tersebut diantaranya Partai Nasdem, PPP, dan PKB. Berita disini http://bit.ly/2brxIuk.
[10] Muncul gerakan dengan hestek #SaveAhok di sosial media, juga di dunia nyata, sejak ada wacana DPRD DKI akan menggunakan hak Angket kepada Ahok akibat kisruh APBD DKI 2015. Berita di http://bit.ly/2aDOvZR
[11] KPK tugasnya sesuai UU adalah menangani kasus Korupsi, Penyuapan aparat penegak Hukum dan Gratifikasi sesuai UU 30/2002 Tentang KPK. Korupsi yang ditangani-pun harus yang nilainya minimal Rp1 Milyar. Sementara menyisipkan anggaran Siluman pada draft APBD bukan kasus Korupsi tapi lebih kearah kasus pemalsuan Dokumen, dan mestinya dilaporkan ke Polisi.
[12] Terbukti akhirnya dugaan korupsi UPS yang dianggarkan pada APBD-P 2014 adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman dan Zaenal Soleman PPK Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat. Berita 30/3/2015 di kompas.com http://bit.ly/2bwr2i2 .
[13] Ahok menyatakan melalui media pada tanggal 27/02/2015 bahwa dia sudah tahu anggaran siluman pengadaan UPS, Ahok katakan “Saya sabar menunggu, 2013 ketemu, 2014 masih ada anggaran siluman seperti ini“. Berita di detik.com dengan judul “Silakan Dilihat! Ini Rincian Dana ‘Siluman’ APBD DKI Untuk Beli UPS Miliaran” http://bit.ly/AhokUngkitUPS2014
[14] Sampai buku ini dicetak pada Agustus 2016, kasus anggaran Siluman yang ditangani KPK tidak pernah ada kelanjutannya. Belum ada satu tersangkapun yang ditetatpkan, dan sampai sekarang tidak jelas kelanjutan kasusunya.
[15] Impeach atau pemakzulan adalah sebuah proses yang dilakukan oleh legislatif (DPR/DPRD) yang secara resmi menjatuhkan dakwaan kepada eksekutif (Presiden atau Kepala Daerah). Impeach bukan berarti pemecatan tapi adalah dakwaan resmi pada eksekutif, yang bisa saja merupakan langkah awal menuju pemecatan jika dakwaan yang dituduhkan terbukti. Dalam Undang-undang MD3 (UU No. 17/2014) Impeach ini disebut hak menyatakan pendapat yang terdapat pada pasal 79 ayat 1c dan pasal 322 ayat 1c.
[16] Dibujuki adalah kata dari bahasa Jawa yang artinya dibohongi.
[17] Kongkalingkong artinya perihal tahu sama tahu (dalam melakukan sesuatu yang tidak baik); sekongkol (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here