Ini adalah salah satu Tulisan di buku “Ahok Gubernur 3M; Marah-Maki-Menuduh”, untuk mendapatkan buku ini, silahkan klik disini.
Kasus Korupsi pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) pada APBD Perubahan DKI tahun 2014 dengan terdakwa Alex Usman disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Ahok dihadirkan sebagai Saksi dalam persidangan pada tanggal 4 Februari 2016.
Dalam persidangan tersebut, sebagai Saksi Ahok dicecar pertanyaan oleh Pengacara Terdakwa dan Hakim. Dari jawaban yang diberikan terungkap berbagai inkonsistensi Ahok. Diantaranya sesumbar Ahok bahwa selama ini dia tahu adanya permainan anggaran, termasuk UPS dalam APBD DKI, dipersidangan dia nyatakan tidak tahu adanya anggaran UPS di APBD-P 2014[1].
Berubahnya keterangan Ahok ini dari yang selama ini diklaim, membuat @ferrykoto mengkritisi di akun twitternya dan menunjukan fakta-fakta kebohongan Ahok yang mestinya bisa diselidiki lebih lanjut kenapa Ahok berbohong.
Hanya sebuah pertanyaan sederhana dari Hakim kepada Ahok, “Kenapa proyek bisa terlaksana padahal tidak ada dimata anggaran yang diusulkan dalam APBD-P, padahal saksi adalah Gubernur”, jawaban Ahok mbulet ndak karuan. Ahok malah membahas bahwa dia tidak tahu kenapa pengadaan UPS bisa masuk dalam APBD-P DKI 2014. Lha justru itu maksud Hakim, jika pemerintah tidak usulkan, dan masuk ke APBDP 2014, tentunya saat pengadaan dilaksanakan bisa dicegah, bisa dibatalkan pelaksanaannya.
Padahal saat keributan terkait anggaran siluman pada tahun 2015, Ahok malah koar-koar bahwa selama ini dia tahu ada anggaran Siluman pengadaan UPS di APBD DKI. Ahok tahu anggaran siluman tersebut, tapi dia sabar, “2013 ketemu, 2014 masih ada….,” begitu kata Ahok waktu itu[2]. Tapi sekarang, didepan Hakim, koq dia ngaku tidak tahu?
Jika mau menggali semua kebenaran terkait keterangan Ahok, nampaknya Jaksa dan Pengacara terdakwa harus orang yang tangguh. Mereka harus kumpulkan semua statemen Ahok sebelumnya, bandingkan dengan keterangannya saat sidang dan rujuk ke Undang Undang apa yang mestinya jadi kewajiban Ahok sebagai Gubernur DKI.
Kalau hanya tanya-tanya “manis”, Ahok pasti akan ajak muter-muter seperti metromini cari penumpang. Sangat lihai Ahok soal memainkan kata-kata.
Mestinya Jaksa mengkonfirmasi apakah betul Ahok sudah tahu pengadaan UPS di APBD DKI itu siluman, tapi dia diam, dia biarkan, dia sabar[3].
Kemudian tanyakan juga ke Ahok, apakah dia tahu bahwa dalam KUHP maupun Undang Undang Tipikor membiarkan terjadi Korupsi atau membiarkan terjadinya kerugian negara, adalah Pidana !!
Coba Jaksa tanyakan semua, konfrontir semua statemen Ahok waktu ribut-ribut soal RAPBD siluman di tahun 2015 lalu. Saya yakin, bisa keringat dingin Ahok.
Jika Ahok konsisten seperti statemen yang disampaikannya pada tahun 2015, “Tahu pengadaan itu Siluman dan Biarkan”[4] akan berubah status Ahok dari saksi menjadi tersangka. Jika Ahok ngeles, berubah keterangannya, maka pantas dicap Ahok “Omong Besar”, hanya membual saja waktu itu.
Dan dalam sidang ini, akhirnya Ahok memilih jadi PEMBUAL[5] daripada jadi TERSANGKA. Inilah ciri khas Ahok, suka berbohong dan omong besar terus. Dulu dengan gagah katakan “sudah tahu, sengaja diamkan”, sekarang?
Yang benar yang mana Hok? Dulu ngaku “Sudah tahu,sabar menunggu”.
Bisa jadi Ahok baru menyadari sekarang, bahwa sesumbarnya pada tahun 2015 saat keributan APBD tersebut, bisa jadi bumerang bagi dirinya. Gara-gara pernyataan dia tersebut dia bisa ditersangkakan telah membiarkan terjadinya korupsi.
Jangan-jangan Ahok diam-diam membaca twit-twit saya, sehingga sekarang dia ngeles, katakan tidak tahu ada penganggaran UPS di APBD-P 2014. Sekarang nampaknya Ahok bebankan soal penganggaran ini ke pak Jokowi, Presiden RI, yang sebelumnya adalah Gubernur DKI.
Hemat saya, Ahok benar-benar akan tersandung kali ini. Melihat jalannya sidang dan keterangan yang diberikan, Ahok dapat jadi tersangka karena memberikan KETERANGAN PALSU di pengadilan atau Ahok jadi tersangka karena MEMBIARKAN KORUPSI terjadi. Tinggal Ahok memilih, mau jadi tersangka yang mana, yang dampak dan hukumannya lebih ringan. #Smile
Memberi keterangan Palsu dibawah sumpah dipengadilan Tipikor, apakah Ahok tahu ancaman hukumannya? Memberi keterangan palsu didepan pengadilan, diancam dengan pidana minimal 7 tahun penjara sesuai pasal 242 KUHP[6]. Bahkan jika keterangan Ahok tersebut merugikan terdakwa atau tersangka, ancaman hukumannya 9 tahun penjara.
Kebohongan Ahok dalam persidangan ini nyata. Pertama terkait pengakuannya bahwa dia tidak tahu bahwa ada penganggaran UPS dalam APBD-P 2014, padahal jelas sekali pada saat keributan dengan DPRD DKI pada tahun 2015, Ahok mengaku dia telah tahu soal pengadaan UPS di APBD DKI, bukan hanya APBD-P 2014, tapi juga APBD dari tahun 2013. Dia katakan waktu itu dia sabar.
Kedua, kebohongan Ahok soal siapa yang menandatangani APBD-P 2014 ini. Di hadapan majlis Hakim, Ahok mengatakan bahwa bukan dia yang menandatangani APBD-P tersebut, artinya Jokowi lah yang menandatangani. Mungkin Ahok sedang membangun alibi atas persoalan pertama, dimana dia mengaku tidak tahu soal adanya anggaran UPS di APBD-P 2014 tersebut.
Kebohongan Ahok yang kedua ini langsung dibantah Hakim, dengan menunjukkan bukti bahwa di APBD-P 2014 tersebut di halaman pengesahan, jelas tertera tanda tangan Ahok, bukan tanda tangan Jokowi. Disinilah Ahok tidak dapat lagi menghindar, dan mengakui bahwa itu tanda tangannya.
Lha, kalau jelas Ahok yang tanda tangan, berarti dia tahu dong ada penganggaran UPS pada APBD-P 2014 ? Jadi, jelas sekali Ahok berbohong atau Ahok sengaja mendiamkan terjadi Korupsi. Mestinya Hakim atau Jaksa bisa gunakan ini untuk menyelidiki lebih lanjut dan mentersangkakan Ahok.
Jadi hemat saya, Ahok dalam kasus UPS ini jelas sekali posisinya. Bisa sebagai tersangka pemberi keterangan Palsu di depan pengadilan atau tersangka pembiaran terjadinya kerugian negara, atau KORUPSI.