Sejak hiruk pikuk persoalan keinginan Walikota Tri Risma Harini (TRH) untuk mundur dari jabatan Walikota Surabaya mencuat, karena merasa “tertekan”, masyarakat, terutama nettizen di social media, menunjukan dukungan pada TRH. Dukungan agar TRH tidak mundur, bahkan ada yang membuat suatu gerakan dengan nama #saveRisma di social Media, baik di Facebook maupun twitter. Tidak tanggung tanggung yang mendukung gerakan ini, bukan saja nettizen yang berasal dari Surabaya, namun juga dari nettizen luar Surabaya. Dukungan ini tidak hanya warga biasa, tapi juga dari tokoh-tokoh aktivis yang sudah dikenal komitmen kerakyatannya, bahkan yang berbeda pemikiran seperti Bang Fajroel Rachman (@fadjroel) dan Bang Fadli Zon (@fadlizon) dari Partai Gerindra.
Kenapa Harus Dukung TRH ?
Saya sering ditanya kenapa tidak dukung TRH dalam gerakan #SaveRisma apalagi TRH pejabat yang baik.
Agak bingung juga saya menjawab pertanyaan ini, karena tentu saya mendukung TRH sebagai Walikota Surabaya, apalagi TRH Pejabat yang baik, tapi jika terkait #saveRisma saya memang tidak ikut dalam gerakannya. Ini lebih karena saya tidak mengerti apa yang harus diselamatkan dari TRH dan siapa lawan yang harus dihadapi yang berkeinginan melengserkan TRH (baca tulisan saya disni). Saya tidak dapat melihat jelas, sama dengan ketidak jelasan pernyataan TRH di acara @MataNajwa bahwa dia TERTEKAN sehingga ingin mundur, tapi tidak ada penjelasan apapun ketika ditanya apa atau siapa yang menekannya. Sehingga tidak ada alasan harus mendukung gerakan gerakan semacam ini.
Ketidak jelasan ini pulalah yang akhirnya menjadi berita yang berkembang kemana mana. Dengan dugaan bahkan tuduhan berbagai macam persoalan, yang diduga menjadi penyebab TRH ingin mundur. Mulai soal tertekannya TRH urusan Tol Tengah Kota, tertekannya TRH urusan Mafia-mafia (proyek) di Surabaya, tertekannya TRH soal KBS, tertekannya TRH soal Pemilihan Wawali, urusan pemakzulan TRH pada 2011 hingga soal penutupan Lokalisasi.
Dan pada akhirnya saya pun merasa TRH tidak perlu lagi dukungan tambahan, karena sesuai dengan dugaan dianalisa tulisan saya sebelumnya, Kasus TRH ini merupakan sesuatu yang akan menarik bagi Parpol-parpol lain, bahkan seorang Presiden RI -pun perlu menelpon secara khusus menyatakan dukungannya dan meminta untuk tidak mundur.
Tertekan karena Proses Pemilihan Wawali
Kembali soal tertekannya TRH sehingga ingin mundur, yang tadinya tidak jelas apa dan siapa yang menekannya, ternyata hari-hari ini sudah semakin jelas inti masalahnya. Rupanya segala berita dan dugaan-dugaan yang coba di sodorkan oleh media, hanya satu yang benar, yaitu TRH merasa TERTEKAN karena PROSES PEMILIHAN Wakil Walikota Surabaya. Sebuah hal yang menurut hemat saya semestinya tidak perlu menjadi gempar nasional dan menimbulkan dugaan dugaan segala macam. Sebuah hal yang mestinya tidak sulit diselesaikan, karena Kemendagripun lewat verifikasi yang dilakukan oleh Dirjen Otonomi Daerah (baca disni) tidak menemukan pelanggaran Pelantikan Wawali dan sudah sah secara Undang Undang.
Jika persoalannya adalah terjadinya pelanggaran SELAMA PROSES PENGAJUAN DAN PEMILIHAN di tingkat DPRD, apalagi jika pelanggaran tersebut sampai pemalsuan tanda tangan, maka sejak dari awal Kemendagri menyampaikan agar diproses secara hukum. Jika terbukti secara hukum pemalsuan tersebut, tentu Pelantikan nya akan otomatis batal. Dan bisa dipastikan warga Surabaya akan sangat mengutuk perbuatan yang sangat tercela tersebut dan akan membela TRH.
Jadi jika hanya soal pelantikan Wawali ini, tidak semestinya harus membuat TRH berkeinginan mundur, apalagi TRH menyatakan bahwa dia secara pribadi tidak ada persoalan dengan Wisnu Sakti Buana (WSB) sang wawali baru tersebut. Tidak ada satupun hal yang akan menjadikan TRH tersangkut paut jika ternyata ada pelanggaran apalagi kasus pidana dalam proses pengajuan WSB sebagai Wawali Surabaya. Sudah semestinya TRH tidak perlu mundur dan tetap move-on menjalankan amanah nya sebagai Walikota Surabaya hingga berakhir masa jabatannya 2015.
Parpol berebut memberikan atensi
Sekarang persoalan ini berkembang menjadi persoalan yang sudah menjadi komoditas Politik. Begitu banyak akhirnya Parpol yang ikut ikut bersuara atas persoalan ini, malah entah dengan maksud apa, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso (PBS), memanggil TRH untuk menjelaskan soal Pemilihan wawali ini. Lebih jauh, PBS sebagai wakil Ketua DPR yang juga anggota Partai Golkar, akan memanggil seluruh panitia pemilihan wawali Surabaya juga Kementerian Dalam Negeri untuk mengetahui lebih jelas duduk perkaranya. Hal yang sangat tidak lazim, apalagi jika terkait pernyataan menteri dalam negeri, bahwa Pelantikan Wawali sudah sah dan semua dokumen yang diterima sudah sesuai bahkan sudah diverifikasi. Mendagri berulang ulang menyampaikan, bahwa jika ada pelanggaran termasuk pemalsuan dokumen maka pihak pihak yang memiliki bukti atau keberatan agar menempuh jalur hukum. Akan sangat aneh dan tidak lazim, DPR sampai mengurusi persoalan daerah tingkat dua yang mestinya masih dalam wilayah kerja Gubernur Jawa Timur, juga masih ada Menteri dalam Negeri sebagai kepanjangan tangan Kepala Negara.
Selain dibawanya persoalan proses pemilihan wawali ini ke gedung Dewan di Senayan, parpol lain juga mulai menunjukan dukungan pada TRH. Gerindra melalui Fadli Zon (FZ) ikut-ikut memberikan dukungan dengan sudut pembelaan dari “keributan” tol tengah kota Surabaya (baca disini), entah FZ memiliki data yang cukup dan menguasai seputar persoalan jalan tol Perak-Waru, yang dalam Perda RTRW Surabaya No.3/2007 disebut Tol Tengah Kota Perak-Wonokromo-Waru.
Dalam Perda RTRW baru yang disahkan Nopember 2012 oleh DPRD Surabaya, Tol Tengah ini sudah dihapus dan menjadi jalan bebas hambatan Aloha-Waru-Mananggal-Perak. Tapi Perda baru ini sampai saat ini belum mendapatkan persetujuan dari Pusat, terutama terkait Tol tengah Kota, dimana Pemerintah pusat tetap berpegang pada Aloha-Waru-Wonokromo-Perak, juga persoalan pasal wilayah konservasi yang sempat dihilangkan Pemkot. Akibat belum disetujuinya RTRW baru ini, maka Surabaya masih menggunakan RTRW tahun 2007 yang masih menyebut Tol Tengah Kota Perak-Wonokromo-Waru. Dan tentunya semua rencana pembanngunan infrastruktur di surabaya selama RTRW ini belum disetujui tidak dapat dilaksanakan, seperti Flyover dolog, Flyover A.Yani-Morgerojo, underpass mayjend sungkono dan sebagainya, yang akan merugikan warga Surabaya.
Yang tidak kalah seru, adalah munculnya dibanyak social media, berita tentang pamakzulan TRH pada tahun 2011, yang dikesankan sedang terjadi saat ini. Tentu pada 2011 berita ini tidak seheboh sekarang, saat seluruh mata dan telinga rakyat Indonesia sedang di arahakan ke Surabaya. Sebuah peristiwa dimana akibat Perda yang dikeluarkan oleh PEMKOT Surabaya tentang kenaikan pajak Reklame, yang berbuntut dengan digunakannya hak angket oleh DPRD Surabaya yang melahirkan keputusan Pemecatan TRH sebagai walikota surabaya.
Keputusan pemecatan ini didukung oleh Fraksi Golkar, F-PKB, F-PDS, F-Amanat Persatua (PAN dan PPPP), F-PDIP dan F-Demokrat. Hanya PKS yang menolak hak angket dan pemecatan ini karena menilai kesalahan TRH sebagai walikota hanya soal teknis yang tidak layak sampai ke Pemakzulan. Sebuah peristiwa yang sangat keterlaluan dan memalukan hemat saya, seorang walikota yang sudah dengan jelas dan tegas menyelesaikan carut marut papan reklame di Surabaya, malah dijadikan celah untuk diberhentikan. Untunglah pada saat itu mendagri Gamawan Fauzi tidak sependapat dengan keputusan DPRD Surabaya, sehingga kedudukan Walikota tetap diakui sah oleh pemerintah.
Ending Apa yang diharapkan dari keributan ini
Keinginan TRH mundur akibat merasa tertekan, sudah menjadi isu yang liar, sudah bergerak kesana kemari dan mulai kait mengait dengan banyak kepentingan (tentunya politik). TRH pun entah sengaja atau tidak lebih nyaman membawa isu ini terutama terkait keberatannya dengan proses pemilihan Wawali ke pusat dibanding diselesaikan di daerah, apalagi membawanya ke ranah hukum. Sementara Partai Politik pun seperti berlomba ikut mengomentari dan terang terangan ikut memberikan dukungan pada TRH agar tidak mundur. Dan tentunya seperti analisa saya ditulisan sebelumnya, hal ini sangat menyakitkan bagi PDI-P, yang menjadi “tertuduh”, biang kerok segala persoalan ini, yang menyebabkan TRH berkeinginan mundur.
Saya melihat, peristiwa ini sebagai pukulan cukup telak bagi PDI-P dalam menyambut Pemilihan Legislatif april 2014 nanti. Akan sulit kembali memperbaiki citra yang sudah terlanjur berkembang dan menjadi liar ditengah masyarakat, khususnya masyarakat online, para nettizen, yang terus menerus berkicau seputar kasus TRH ini.
Dengan melihat banyaknya dukungan, baik dari tokoh formal maupun informal, saya makin yakin sesuai tulisan saya sebelumnya, TRH tidak akan mundur dan posisinya akan semakin kuat dalam menjalankan kota dengan segala kebijakan yang akan diambilnya. TRH akan semakin banyak di dekati oleh Parpol dan akan jadi magnet yang sangat kuat bagi menaikan citra Parpol yang akhirnya menaikan perolehan suara pada pileg 2014 bahkan pilpres 2014.
Namun untuk kasus wawali, nampaknya persoalan akan semakin rumit dan memanas. DPR yang turut campur dengan segala keanehannya, akan membawa persoalan ini menjadi pusaran besar yang akan bisa menyeret banyak orang dengan segala kepentingannya. Persoalan bisa jadi berkembang tidak hanya pada soal legal formal hak walikota mengusulkan atau pendapatnya didengar, tapi juga pada kemungkinan adanya tindakan pemalsuan dalam proses penyiapan dokumen usulan maupun dokumen untuk pengesaahan ke mendagri. Dan saya duga, dengan posisi TRH yang demikian menarik saat ini, bisa jadi semua Fraksi di DPRD Surabaya akan mulai bersuara sesuai dengan intruksi dari DPP masing masing parpol.
Bagi WSB, tentu hal ini menjadi sangat tidak nyaman. Dalam persoalan ini tidak dapat dihindari kecurigaan publik adanya peran WSB dalam kekisruhan ini. Walau bagaimanapun membela diri, berita ini sudah terlanjur mengarah pada persoalan seputar pemilihan wawali dan celakanya wawali bersangkutan adalah orang yang dahulunya pernah ikut menyetujui pemakzulan TRH sebagai walikota.
Apa Ruginya jika Wisnu mundur ?
Saya tidak melihat saat ini ada manfaatnya kursi wakil walikota di isi. Selain waktu yang tersisa praktis hanya 1,5 tahun bahkan bisa kurang karena persiapan pilkada 2015, praktis akibat isu ini tingkat kepercayaan pada wawali menjadi sangat rendah, sehingga bisa jadi wawali akan hanya jadi pajangan atau sekedar pelengkap saja. Bahkan bisa jadi kambing hitam jika terjadi kegagalan suatu program pemerintah.
Bagi WSB dengan keributan yang sudah melebar kemana mana ini, bahkan sampai adanya kesan friksi didalam tubuh PDI-P baik di DPC maupun dengan DPP, sangat tidak menguntungkan. Sebagai ketua DPC PDI-P Surabaya, WSB punya kepentingan menaikan citra Partai sehingga bisa berhasil mempertahankan bahkan menaikan jumlah kursi di DPRD Surabaya. Kepentingan memenangkan kursi dalam Pileg April 2014 ini tentunya terkait juga dengan agenda PILKADA 2015.
Sisi lain, saya tidak melihat ada kerugian bagi WSB maupun PDI-P melepaskan saja kursi wawali ini. Dengan cara ini keributan yang sangat merugikan PDI-P ini bisa segera diakhiri dan PDI-P bisa konsentrasi pada PILEG pada april 2014 ini.
WSB dengan usianya yang masih sangat muda, tidak perlu rugi atau khawatir kehilangan kesempatan untuk menjadi pimpinan kota Surabaya. Waktu nya sebagai orang politik masih sangat panjang, tidak saja untuk politik di Surabaya, tapi juga Jawa Timur dan Nasional.
WSB juga tidak perlu khawatir dan rugi akan jatuh citra dan merasa kalah karena sudah mundur dari wawali. Karena sejatinya tidak ada pertempuran yang terjadi, tidak ada ideologi yang dikalahkan, dan nyata senyatanya masa rakyat tidak juga dalam jumlah besar yang turun kejalan menyikapi persoalan ini. Malah saya memiliki keyakinan dengan mundur dan ikhlas melepaskan kursi wawali ini, simpati warga akan berbalik arah apalagi jika WSB dapat menunjukan kerja-kerja ditengah masyarakat dengan lebih bermanfaat.
WSB juga tidak akan rugi karena tidak dapat ikut berperan dalam menentukan wajah dan arah perkembangan kota. Selain waktu yang sangat terbatas, WSB dengan mundur malah berpeluang lebih besar mengawasi dan mengkritisi Pemerintahan Kota agar berjalan di rel nya. Persoalan Tol tengah Kota yang selama ini dituduh DPRD Surabaya atau bahkan PDI-P ada kepentingan bisa terhapus dan makin jelas duduk persoalannya. Persoalan ketidak mampuan Pemkot menyelesaikan urusan pengesahan RTRW Surabaya 2010-2030 dari pemerintah pusat.
WSB juga tidak akan rugi dengan tidak jadi wawali malah akan jauh lebih bermanfaat diluar karena banyak persoalan PEMKOT yang terbengkalai dan akan sulit diselesaikan disisa periode ini, seperti Pasar Turi, MERR, Frontage Road, Soal KBS, angkutan massal Monorel dan Traim (hal yang mustahil tanpa adanya pengesahan RTRW Surabaya). Tentu akan jadi catatan buruk bagi Pemkot utamanya walikota jika banyak programnya tidak mampu diselesaikan, apalagi dengan dukungan warga yang sudah sangat besar.
Sebagai warga kota Surabaya, saya hanya berharap semoga persoalan ini segera selesai dan semua yang terilibat dapat mengambil sikap yang paling bijak dan tentunya yang paling bermanfaat bagi warga kota Surabaya dan pembangunan kota kedepan. Saya yakin sejarah akan tetap mencatat semua kebaikan, akan selalu menyimpan setiap perbuatan dan tindakan yang baik walau itu disembunyikan, dan pada masanya akan terungkap kebenarannya. Demikian juga untuk segala sesuatu yang buruk. Semoga semua pemimpin menyadari hal ini, dan kembali bekerja untuk warganya dan membuktikan segala janji janjinya.
Bagi TRH tidak ada lagi alasan untuk mundur, dukungan warga sudah sedemikian jelas, suaranya sudah sedemikian keras dan nyata. Mendukung Tri Risma Harini menjalankan amanah jabatannya hingga akhir dan membuktikan dapat membawa kota kearah yang lebih baik. Dan tentunya ada harapan besar lainnya, karena hanya TRH lah satu satunya saat ini pemimpin di Surabaya yang tahu persoalan kota ini dan didukung warga kota, maka harapannya TRH tidak meninggalkan amanah ini sampai akhir masa jabatannya 2015 nanti serta kembali maju dalam PILKADA 2015 untuk kembali membuktikan mendapat amanah dari warga kota (sekaligus bukti keberhasilan membangun kota dan memuaskan warga kota). Selain itu dengan kasus ini, rasanya TRH pada PILKADA 2015 harus maju dari jalur independen karena sebagai seorang birakrat sejati, tidak cocok TRH membangun kesepakatan dengan Partai Politik yang tentunya memiliki ideologi yang harus diperjuangkan