Sebagai sebuah negara besar, Indonesia dengan potensi alam yang besar dan jumlah penduduk yang besar adalah magnet yang luar biasa bagi bangsa bangsa lain sejak zaman dahulu kala. Jika dahulu kebesaran Sumber Daya Alam baik berupa rempah rempah dan hasil alam lainnya membuat bangsa lain datang ke Nusantara dan menjajah negeri ini, pada abad modren ini Jumlah penduduk yang besarlah yang membuat bangsa bangsa lain menguasai negeri ini, yaitu menguasai pasarnya, menguasai ekonomi nya. Oleh karena itu sering saat ini kita dengar istilah penjajahan ekonomi yang berkorelasi dengan ketidak berdayaan Bangsa sendiri dalam mengelola pasarnya, menguasai ekonominya yang lebih banyak dikuasai oleh bangsa lain.
Kondisi ini dapat kita lihat dengan penguasaan ekonomi hampir disegala bidang oleh Asing di Indonesia. Kita lihat perbankan yang saat ini sebagian besar Bank Swasta Nasional dikuasai Asing (ada yang mengatakan lebih 70% ), Industri makanan juga dominan asing, Industri Farmasi, Industri Energi, Pertambangan dan banyak lainnya.
Kondisi inilah yang membuat beberapa kalangan merasa prihatin, kenapa bangsa yang besar, dengan jumlah penduduk yang besar, bahkan kalangan menengah yang terus tumbuh, tidak dapat menguasai ekonomi nya sendiri. Kenapa mereka hanya jadi “pasar”, hanya jadi “buruh” yang dibayar untuk bekerja untuk mesin mesin usaha Asing. Tidak terkecuali Ustadz Yusuf Mansur melihat hal ini.
Ust Yusuf Mansur, yang dikenal dengan gerakan sedekah nya, melihat bahawa ternyata jika masyarakat dapat dibangkitkan kesadaran “ownership” nya secara bersama sama, akan menjadi sebuah potensi yang luar biasa besar. Akan bisa “membeli kembali Indonesia” yang mesin mesin ekonominya sudah dikuasai asing.
Dalam kerangka berpikir seperti itulah saya melihat Ust Yusuf Mansur berinisiatif membuat sebuah kegiatan yang disebut Patungan Usaha dan Patungan Aset ( http://www.patunganusaha.com ). Sebuah niat yang mulia untuk bekerja secara bersama sama, dengan prinsip bergotong royong, sesuai dengan kemampuan masing masing dengan landasan kepercayaan.
Gerakan Patungan usaha dan Aset ini bersambut, karena figure Ust Yusuf Mansur yang sangat dipercaya, yang sudah terbukti berhasil dengan gerakan sedekah dan berbagai kegiatan amal-nya. Dari informasi yang di publish di website www.patunganusaha.com, kegiatan yang sudah dijalankan adalah membeli sebuah Hotel di daerah Bandara Soekarno Hatta – Cengkareng Jakarta.
Lantas apa yang salah dari kegiatan yang positif ini sehingga harus di hentikan dan mendapatkan “teguran” dari otoritas keuangan, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) ?
Saya melihat kesalahan Yusuf Mansur semata aspek legalitas dan peraturan Perundangan yang tidak beliau pahami saja, bukan sebuah kesengajaan namun semata mata karena perbedaan melihat arti “menghimpun dana dari masyarakat” dan sebuah mekanisme kepemilikan/Ownership yang mengikat dari sebuah kegiatan usaha.
Memang ada peraturan Perundang undangan yang menyatakan bahwa Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat hanya dapat dilakukan oleh Perbankan dan lembaga keuangan yang memiliki izin usaha specifik untuk hal tersebut, baik dalam bentuk tabungan maupun simpanan lain ataupun dalam bentuk investasi melalui lembaga yang memiliki izin mengelola investasi.
Ust Yusuf Mansur mungkin melihat dengan pola pikir penggalangan seperti Kegiatan sedekah, sehingga dalam pikiran beliau penggalangan dana untuk Kegiatan Patungan Usaha/Aset juga tidak akan ada persoalan. Disini lah sumber penafsiran yang “sedikit” keliru. Karena memang kegiatannya sama sama pengumpulan dana dengan keikhlasan masing masing individu, namun terjadi perbedaan yang sangat mendasar dimana pada kegiatan patungan usaha/aset, sudah masuk pada kegiatan pengumpulan dana tidak saja sebagai keiklasan bersedakah yang tidak berharap kembali, namun sudah masuk pada “iming-iming” hasil usaha yang akan berbuah return yang cukup menggiurkan (8%/tahun dan pengembalian dana patungan pada tahun ke-10).
Disinilah persoalannya, dimana akibat penawaran yang sedemikian (ada yang dijanjikan), sehingga butuh yang namanya pertanggung jawaban, pengawasan dan pengendalian. Karena ini melibatkan masyarakat secara umum, disinilah peran Negara untuk mengatur, peran regulator untuk mengawasi, agar apa yang dijanjikan, agar apa yang dilakukan dapat di pertanggung jawabkan.
Tanpa ada nya payung hukum, baik untuk penggalangan dana tersebut maupun payung hukum untuk melindungi masyarakat yang tergiur dengan investasi tersebut, maka apabila terjadi dispute akan banyak investor dan masyarakat yang akan dirugikan, dan tentunya pemerintah dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan harus bertindak mecegah terjadinya hal hal yang tidak diinginkan.
Jumlah dana yang akan dikumpulkan untuk Patungan Usaha/Aset ini tidaklah sedikit, dari penjelasan di website-nya setidaknya dibutuhkan Rp150M untuk membeli Hotel yang dimaksud. Dengan menjanjikan 8% hasil setiap tahun, setidaknya usaha ini harus menghasilkan paling sedikit Rp12M/tahun untuk membagi hasil investasi para investor. Sebuah angka yang tidak kecil. Apakah mampu bisnis yang baru, serta usaha yang belum akan berjalan dalam waktu dekat, akan memberikan bagi hasil Rp12M ke investor tahun depan ? Belum lagi idea Usaha yang lain yang tidak kalah besar dana yang akan digalang.
Selain itu, “ownership” dari usaha yang disebutkan Ust Yusuf Mansur juga tidak ada kejelasan. Siapa yang memiliki Hotel atau usaha tersebut? dalam bentuk apa kepemilikan para investor terhadap usaha tersebut? semua tidak jelas. Misal hotel atau Usaha tersebut dimiliki atas nama Pribadi Ust Yusuf Mansur atau Perusahaan beliau, tentunya investor tidak akan berhak atas Hotel atau usaha tersebut. Jika misal nanti Ust Yusuf Mansur sudah tidak ada, tentu ahli warisnya yang akan berhak atas usaha atau hotel tersebut dan bisa saja segala kebijakan nya berubah.
Hal hal semacam inilah yang mungkin kurang diperhatikan Ust Yusuf Mansur, dan tidak terantisipasi perbedaanya dengan gerakan sedekah yang memang niatannya lillahi ta’ala, hanya berharap “deviden akhirat”. Patungan usaha/Aset, niatannya sudah bergeser kepada keinginan untuk berbagi hal duniawi, berbagi dalam hasil ekonomi, yang tentunya ada potensi perselisihan, potensi untuk saling menuntut hak.
Oleh karena itu, karena niatan awal yang luar biasa dari Ust Yusuf Mansur, niatan untuk “membeli kembali Indonesia“, serta telah dipertontonkan betapa kuatnya kemampuan Bangsa dan Rakyat Indonesia untuk secara bersama sama kembali menguasai pasarnya,kembali menguasai Ekonominya, maka saya pandang, sedikit kekeliruan Ust Yusuf Mansur dalam hal legalitas dan aturan perundangan di Indonesia dapatlah kita maklumi dan dianggap semata mata ketidak-tahuan beliau. Tidak ada alasan untuk memadamkan ide mulia ini hanya karena persoalan legalitas dan peraturan, justru mari kita dukung secara bersama sama agar idea mulia ini dapat mendapatkan legalitasnya, didudukan sebagai sebuah Gerakan Kesadaran bersama untuk “Membeli kembali Indonesia”, mejadikan Bangsa dan Rakyat Indonesia sebagai Pemilik berdaulat dari Ekonomi nya.
Terakhir saya ingin memberikan usulan usulan pada gerakan “Membeli Kembali Indonesia” ini, gerakan Patungan Usaha dan Patungan Aset :
1. Tetaplah bebas dari RIBAWI. Jangan lah kembali menggantungkan diri ke Perbankan Ribawi, apapun alasannya. Setidaknya dari kisah yang menjual aset Hotel tersebut, yang ingin hidup bebas RIBA, dapatlah Ust Yusuf Mansur menyadari bahwa ini adalah panggilan untuk menggerakan ummat, memberdayakan ummat sekaligus membebaskan Ummat dari RIBAWI yang dilaknat oleh Allah swt. Juga dalam hal Kerjasama dengan Investor hindari juga pola ribawi dengan menawarkan Konsep Bunga (8%/tahun), karena bagi hasil dalam Islam untuk suatu usaha Mudharobah (pemodal menitipkan uang) adalah membagi dari Hasil Usaha, dari keuntungan usaha, bukan dari Modal yang diinvestasikan (Bunga). Konsep Kerjasama Syariah membebaskan kita dari Ribawi dan akan membawa keberkahan dunia dan akhirat, Insya Allah
2. Jika untuk usaha bersama, saya menyarankan agar dibentuk Badan Usaha berupa Perseroan Terbatas (PT) dimana sahamnya dapat dijual dan ditawarkan pada para investor yang berminat. Saham inilah sebagai bukti kepemilikan tiap investor atas usaha tersebut
3. Jika memang gerakan patungan usaha /aset ini ingin menggerak-kan potensi Ummat untuk bersama sama -menguasai ekonominya kembali, Ownership, maka saya lebih menyarankan Ust Yusuf Mansur membentuk Koperasi sebagai kelembagaan untuk menggalang kekuatan ini bersama sama. Bentuklah Koperasi-koperasi Primer di setiap Propinsi/Wilayah dan kemudian satukan dalam satu kekuatan Koperasi Sekunder nasional. Dengan jalan ini terbuka kesempatan seluruh masyarakat menjadi Owner dari segala aspek ekonomi di negara ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan dengan Payung UU Koperasi no. 17/2012, Koperasi “Membeli Kembali Indonesia” ini bisa memiliki perusahaan, perbankan dan institusi ekonomi lainnya. Insya Allah sebagai wadah yang berbasiskan pada Anggota, tidak semata berbasiskan modal (kapitalis, PT) maka Koperasi akan jauh lebih selaras dengan Idea Mulia Ust Yusuf Mansur.
Semoga niat mulai dan apa yang diimpikan ini menjadi niat dan mimpi seluruh rakyat Indonesia yang ingin bebas dari Penjajahan Ekonomi, yang bermimpi menjadi Masyarakat Sejahtera.
#Dukung Niatan Membeli Kembali Indonesia ini agar terwujud !
gampang, tinggal ganti aja peraturan dan undang-undangnya. kalo susah, ganti orang2 yg tugasnya bikin peraturan itu.
betul pak ferry, setuju dengan anda 😀
di lain sisi saya yakin ust. Yusuf Mansur malah dilindungi Allah dengan adanya hal ini.