Tahun ini (2013) kembali isu soal Subsidi BBM jadi topik bahasan di Negara ini. Mulai dari Presiden di Rapat Kabinet, para bos perusahaan di ruang rungan kantor mewah hingga si Udin dan si Soleh yang bahas di pojok sebuah warung Kopi. Seakan tiada habis pembahasan soal ini, dikupas dari segala sudut dan dari segala persoalan yang akan muncul. Mulai dari Uang negara yang makin menipis untuk membiayai subisidi, kenaikan biaya transportasi barang, hingga harga cabe merah yang akan “mundak”.
Pro kontra soal pengurangan subsidi – yang berimplikasi naiknya Premium Subsidi, seakan tiada akhir. Dan seperti sinetron yang bersambung dari satu seri ke seri yang lain. Yang mendukung dan yang menolak, yang Pro dan yang Kontra, keduanya selalu memiliki alasan pembenar atas pendapat mereka, yang berujung pada klaim bahwa “DEMI RAKYAT”.
Para pendukung Pengurangan/Penghapusan subsidi melihat persoalan akut subsidi BBM yang tidak tepat sasaran, tidak tepat bagi sebuah negara pengimport Minyak, dan lebih penting subsidi akan membuat negara tidak produktif karena menghamburkan anggaran untuk di bakar, sementara jika dialokasikan untuk pembangunan akan besar manfaatnya. Argumentasi paling mendasar bagi kelompok Pro pengurungan subsidi adalah penyelamatan keuangan negara. Dari data yang ada, subsidi BBM tahun 2012 saja, sudah menghabiskan Rp. 200 Trilyun anggaran untuk Bahan Bakar dan Rp. 100 Trlyun untuk sektor kelistrikan.
Sementara yang kontra penghapusan subsidi, melihat bahwa pada kenyataannya Subsidi itu dibutuhkan oleh masyarakat dan masyarakat belum siap secara ekonomi untuk dilepas dari Subsidi BBM (dan juga listrik), selain juga secara nyata negara memang berkewajiban memberikan subsidi pada masyarakat teramat khusus dengan adanya “segala kekayaan alam di gunakan untuk kesejahteraan masyarakat….”.
Mereka juga mengemukakan fakta bahwa BBM subsidi kebanyakan dipakai rakyat kecil. Faktanya jumlah pemakai subsidi terbesar adalah sepeda Motor ( baca http://goo.gl/7KwHd). Ditambah fakta bahwa penghapusan subsidi akan menyebabkan kenaikan harga diakibatkan kenaikan biaya transportasi dan produksi, dan kesemuanya itu makin membebani masyarakat miskin yang puluhan juta di Indonesia. Bahkan dengan penghapusan subsidi, kelompok ini meyakini bahwa masyarakat yang tadinya tidak misikin, atau diatas sedikit dari garis kemiskinan akan jatuh pada kelompok masyarakat miskin. Dan itu adalah kejahatan negara, yang mengabaikan tanggung-jawabnya mensejahterakan masyarakat.
Pemerintah dalam hal ini, sebagai pengelola negara menyadari Pro Kontra ini, dan sebagai yang mengetahui keuangan negara, memilih opsi mengurangi subsidi sebagai langkah penyelamatan. Sebuah pikiran jangka pendek, dalam kondisi keuangan yang rentan. Disisi lain untuk mematahkan argumentasi, “pemerintah tidak memperhatikan kondisi rakyat akibat kenaikan BBM”, pemerintah mempersiapkan program Dana Talangan, yang bernama Bantuan Langsung Tunai-BLT (sekarang dikenal Bantuan Langsung Sementara Masyarakat -BLSM) yang nilainya tahun 2013 diperkirakan sebesar Rp12 Trilyun.
Kedua argumentasi ini sama benarnya, sama baiknya. Yang mengherankan kenapa tidak ada pihak yang berusaha sama sama mundur selangkah, untuk menerima Argumentasi dari pihak lain dan mengakui kebenaran atas faktanya. Dan ini sudah berlangsung dari tahun ketahun, dimana wacana pengurangan Subsidi menjadi arena pertarungan tiap tahun. Dan wacana ini selalu berlarut larut yang pada akhirnya, menimbulkan persoalan baru ditengah masyarakat, inflasi dan spekulasi.
Jika menilik sejarah kenaikan BBM (penghapusan subsidi) dari tahun ketahun, dan kemudian dikeluarkannya BLT (BLSM saat ini), ternyata kehidupan masyarakat tidak semakin baik, dan harapan agar berkurangnya subsidi BBM juga tidak terwujud, malah konsumsi BBM makin naik dari tahun ketahun. Jadi persoalan mengurangi subsidi BBM tidak pernah bisa menyelesaikan sebenarnya persoalan di masyarakat. Tahun ini di kurangi, tahun depan akan terasa jadi beban kembali, karena konsumsi nya terus naik.
Mungkin solusi nya MENGHAPUS SAMA SEKALI SUBSIDI, dan siap siap masyarakat kita jumlah angka kemiskinannya langsung melonjak dan inflasi tidak terkendali serta berbagai persoalan sosial yang lebih parah.
Pertanyaannya, Apakah tidak ada Solusi lain? atau temukan akar persoalannya dan kemudian menyelesaikannya.
Sebenarnya kedua pihak baik yang pro maupun kontra, sudah sama sama makfum, bahwa persoalan membengkak nya subsidi BBM adalah diakibatkan JUMLAH KONSUMSI BBM yang sangat besar dan naik dari tahun ketahun. Tahun 2012 konsumsi BBM Bersubsidi 45,27 JUTA Kiloliter, dan diperkirakan berdasarkan data kenaikan 2011 ke 2012 menjadi sebesar 49,65 JUTA Kiloliter tahun 2013 ini.
Inilah sebenarnya akar persoalannya ? Konsumsi BBM subsidi yang sangat besar.
Konsumsi BBM membesar jika ditulusuri terus akar persoalannya akan ditemukan bahwa jumlah kendaraan yang terus meningkat dari tahun ketahun sebagai “peminum BBM” tersebut. Jumlah sepeda Motor tahun 2012, menguasai 82% dari keseluruhan Kendaraan yang ada di Indonesia atau sejumlah 77 juta kendaraan, dan mobil pribadi sebesar 9 juta unit (data korlantas POLRI).
Kenapa terus mengalami peningkatan jumlah kendaraan di Indonesia?
Sepeda motor 12% peningkatan tahun ketahun, mobil 10%. Ini tidak lain dikarenakan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh transportasi yang mudah, aman dan murah untuk aktifitasnya. Tiada pilihan bagi masyarakat, mereka harus memiliki kendaraan untuk menopang aktfitasnya, baik untuk bekerja atau pun aktifitas lainnya.
Transportasi umum yang tidak layak, tidak aman yang ada saat ini, menyebabkan rakyat lebih memilih berusaha membeli sepeda motor, walau itu dengan berhutang. Sementara bagi kalangan menengah transpotasi umum yang nyaman. mudah dan terkangkau keberadaannya masih bagaikan mimpi, membeli kendaraan Roda empat akhirnya jadi pilihan, walau kendaraan tersebut akhirnya di isi hanya 1 orang dan makin membuat sesak dijalanan, dengan kemacetan dan segala persoalan lainnya.
Jadi akar persoalan sebenarnya bukan di Soal SUBSIDI yang besar, bukan juga di KONSUMSI yang naik dari tahun ketahun, bukan juga jumlah kendaraan yang meningkat terus, tapi persoalan senyata-nyatanya adalah TIADANYA TRANSPORTASI UMUM yang dapat memenuhi kebutuhan segala lapisan masyarakat untuk beraktifitas.
Melihat persoalan tersebut, sudah semestinya Pemerintah dalam hal ini, tidak hanya MENGOBATI SYNTOM yaitu subsidi yang besar, tapi mestinya menyelesaikan akar penyebab utamanya, Penyakitnya, yaitu PERSOALAN TRANSPORTAS PUBLIK.
Penulis membayangkan, dari pada pemerintah dan kelompok yang KONTRA pengurangan subsidi setiap tahun harus selalu adu argumetasi itu-itu saja, saling klaim sebagai yang paling benar, kenapa tidak coba ambil irisan dari persamaan yang mereke perjuangkan, yaitu KESEJAHTERAAN MASYARAKAT, baik masa kini maupun masa mendatang.
Mungkin pemerintah tidak perlu tahun ini mengurangi Subsidi, agar angka kemisikinan tidak makin membesar, tapi targetkan 1 atau 2 tahun kedepan akan menghapus Subsidi.
Cara nya bagaimana?
Pemerintah membangun TRANSPORTASI UMUM yang layak sebelum subsidi dihapus atau dikurangi. Transportasi yang murah, aman, dan nyaman bagi masyarakat, sehingga tidak tergantung lagi dengan kendaraan pribadi.
Dana nya dari mana?
Kita tahu keuangan negara juga sulit, terutama akibat subsidi, Solusinya UNDANG INVESTOR. Pemerintah membuka pintu investasi bagi pembangunan Sarana TRANSPORTASI Umum, baik itu yang massal berupa MRT,LRT, BUS WAY, dan sejenis. Swasta atau investor yang mendanai. Juga membangun Infrastruktur jalan dan segela kebutuhan untuk transportasi massal tersebut.
Kita berhutang ?
Tidak, tapi menangguhkan pembayaran. Investor yang berminat diberi tenggat penyelesaian dengan dana mereka sendiri, dan setelah selesai dibayar oleh pemerintah. Uang pembayaran akan diambil dari SUBSIDI yang dihapus atau dikurangi tahun depan setelah pembangunan selesai dan sarana Transportasi bisa dinikmati penduduk.
Realistis?
Sangat realistis, karena sesungguhnya dana subsidi pemerintah untuk BBM tersebut adalah realistik, dan benar benar ada dialokasikan, dan setiap tahun menguap jadi bahan bakar yang dibakar dengan harga murah. Sementara investor juga akan sangat banyak berminat, membangun Infrastruktur dan Moda Transportasi Umum, karena bisnis ini sangat menguntungkan, dan Pemerintah juga tidak perlu membayar di depan, tapi membayar setelah pekerjaan selesai dan itupun diambil dari dana SUBSIDI BBM yang sudah dialokasikan, dan saat itu dibayarkan maka pemerintah BARU BERHAK megurangi subsidi karena RAKYAT juga sudah dipenuhi haknya memperoleh LAYANAN DARI NEGARA berupa transportasi umum yang layak.
Logika ini sangat sederaha, sama sederhana nya dengan logika Pemerintah setiap mengurangi subsidi kemudian MEMBUANG UANG untuk BLT atau BLSM yang jumlahnya TRILYUNAN dan tidak ada manfaatnya hanya membuat rakyat makin tidak produktif dan tidak kreatif serta ketergantungan akut ( http://goo.gl/dc3Jf).
BLSM tahun 2013 sebesar R12 Trilyun. Jumlah itu sama dengan biaya yang diperlukan untuk membangun MRT di Jakarta sepanjang 15Km. Dari pada dibuang di BLSM alangkah baiknya digunakan untuk membangun sarana Transportasi Publik, dan menyelesaikan akar persoalan secara tuntas.
Kita bisa membayangkan 200 Trilyun BBM SUBSIDI itu jika di Hold dengan system ini, maka nilai nya jauh lebih besar dibanding membangun Jalan TOL TRANS JAWA yang hanya 54 Trilyun, Membangun REL GANDA PANTURA yang hanya Rp9 Triyun, atau membangun MRT SURABAYA yang hanya Rp10 Trilyun.
Persoalannya,…. Apakah pemerintah Serius mengatasi persoalan “Penyakit” ini ke akarnya,atau hanya berkutat di pengobatan gejala saja.