Sejak beberapa hari ini, santer berhembus kabar Partai Gerindra dan Partai Amanat Nasional (PAN) sedang menjajaki koalisi untuk mengajukan calon alternatif di pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur yang akan dihelat 2018 mendatang. Koalisi ini dikabarkan akan mengusung pasangan calon Gubernur (cagub) dan calon Wakil Gubernur (cawagub) Moreno Soeprato-Suyoto.
Moreno adalah anggota DPR RI dari Gerindra, seorang anak muda yang masih berusia 35 tahun. Mantan pembalap nasional putra dari Tinton Soeprapto yang juga pembalab nasional ternama. di DPR RI Moreno duduk di Komisi X yang membidangi Pendidikan, Olahraga dan Sejarah.
Sementara Suyoto adalah Bupati Bojonegoro 2 periode, 2008-2013 dan 2013-2018. Suyoto adalah kader Muhammadiyah yang berhasil menjadi kepada daerah di daerah yang merupakan basis warga Nahdliyin (NU). Ia juga seorang pendidik, sempat menjadi Rektor di Universitas Muhammadiyah Gresik, juga politisi yang tangguh. Pria yang akrab disapa Kang Yoto ini pernah memimpin DPD PAN Jawa Timur selama 2 periode, hingga 2015.
Wacana yang dimunculkan kader-kader PAN maupun Gerindra untuk mengusung pasangan Moreno-Suyoto, hemat saya, sangat “berani”.
Maksud saya, jika pasangan ini betul-betul jadi, dan diajukan sebagai cagub-cawagub Jatim di Pilgub Jatim 2018 menghadapi pasangan Gus Ipul-Mas Anas, dan Khofifah-Emil, artinya Gerindra-PAN sudah sedari awal tahu akan kalah. 🙂
Kenapa?
Pakai hitungan apa saja, baik Moreno maupun Suyoto, tidak ada harapan bisa mengalahkan Gus Ipul-Mas Anas, dan Khofifah-Emil. Baik hitung-hitungan popularitas apalagi elektabilitas di Jawa Timur. Entah mungkin kalau hitung-hitungan yang tak dapat dihitung. 🙂
Moreno memang cukup dikenal, tapi tidaklah seterkenal Gus Ipul, Wagub Jatim 2 periode, atau Khofifah Menteri Sosial dan Ketum Muslimat NU yang tidak tergantikan. Paling jauh Moreno hanya dikenal pemilih-pemilihnya di Dapil V Jawa Timur (Malang Raya) yang berjumlah sekitar 40 ribuan orang pada Pileg 2014 lalu.
Untuk Jatim secara luas, popularitas Moreno bisa dipastikan tidak ada apa-apanya dibanding Emil Dardak misal. Bahkan waktu saya tanya anak saya yang suka baca-baca berita politik saja, tidak kenal siapa itu Moreno.
Di Komisi X DPR RI, Moreno juga politisi yang tidak menonjol. Nyaris kita tidak pernah dengar Moreno bersikap atas isu seputar pendidikan yang menjadi bidang kerjanya di DPR RI. Malah popularitasnya di komisi X jauh dibanding Anang Hermansyah, politisi PAN dan Ridwan Hisyam, politisi Golkar, yang keduanya juga cukup populer di Jawa Timur.
Dengan kondisi itu, apa mungkin elektabilitas Moreno jauh lebih baik dari kader-kader Gerindra lain? La Nyalla Mattaliti misal, yang sangat dikenal oleh masyarakat Jawa Timur, yang sejak setahun belakangan secara sungguh-sungguh merintis jalan untuk dapat dicalonkan oleh Gerindra sebagai kader yang diusung pada Pilgub Jatim 2018.
Sebuah pilihan yang ganjil dilakukan Gerindra dengan mencoba “menggosok” nama Moreno agar bisa kilap dalam waktu singkat dan bisa berkompetisi dengan Gus Ipul dan Khofifah, yang namanya sudah menyinari Jatim hingga ke pelosok-pelosok desa.
Sementara Sunyoto, Bupati kebanggaan PAN, sebenarnya sebuah pilihan alternatif yang menarik jika ditempatkan sebagai Cawagub di Pilgub Jatim 2018. Kenapa Cawagub? karena ini realitas suara PAN dan Muhammadiyah –sebagai organisasi basis suara PAN, tidaklah besar di Jawa Timur. Bahkan dibanding Gerindra saja, PAN kalah besar kursinya di DPRD Jawa Timur, 7 banding 13 kursi, hampir separo.
Suyoto dalam berbagai survei yang dilakukan dalam rangka Pilgub Jatim 2018, menjadi salah satu nama yang masuk radar survei dan jadi perbincangan. Walau tidak sepopuler nama Bupati Banyuwangi Azwar Anas maupun Bupati Trenggalek Emil Dardak. Tapi lumayanlah, masih ada nama Suyoto didalam “mind” warga Jatim yang disurvei.
Namun, lagi-lagi jika dibandingkan nama-nama lain yang sejak awal serius ingin maju dalam Pilgub Jatim 2018, nama Suyoto jauh kalah Populer. Sekali lagi, dengan La Nyalla Mattaliti, popularitas Suyoto jauh tertinggal.
Perkiraan saya, jika menggunakan basis hitung-hitungan kekuatan suara PAN di DPRD Jatim dan basis suara Muhammadiyah, maka Suyoto ini tidak akan mampu mendulang suara signifikan, apalagi dipasangkan dengan Moreno sebagai cagubnya.
—–
Memang sangat ganjil wacana Gerindra-PAN “menggosok” nama Moreno-Suyoto ini di Pilgub Jatim ini. Seperti memang disiapkan untuk kalah, bukan untuk menang.
Dugaan saya jika Gerindra-PAN akhirnya mengusung Moreno-Suyoto, ini hanya bertujuan untuk “test case” seberapa besar sesungguhnya suara yang mampu didulang koalisi ini di Jawa Timur. Tujuan akhirnya bukan Pilgub Jatim 2018. Pilgub ini hanya tujuan antara, dimana tujuan sebenarnya adalah PILPRES 2019.
Kalau memang tujuannya Pilpres 2019, hemat saya, sebaiknya Gerindra dan PAN, usung saja Prabowo dan Zulkifli Hasan di Pilgub Jatim 2018. Ini jauh lebih berkorelasi untuk mengukur seberapa besar suara yang akan mendukung koalisi ini nanti di Pilpres 2019. Jadi kalau nanti kalah, masih dapat hitung-hitungan suara real untuk Pilpres 2019.
Kalau menang?
Ya bagus juga. Karena tidak ada satupun aturan perundangan yang melarang, bahwa kalau telah jadi Gubernur tidak boleh nyalon lagi jadi Capres-Cawapres.
Toh, Presiden kita saat ini, Jokowi, dapat dijadikan “Yurisprudensi”. Dari Gubernur DKI, ndak sampai dua tahun, tinggalkan kursi Gubernur dan jadi Presiden RI.
—–
Monggo, layak dicoba Gerindra dan PAN, ….. juga PKS ?