Memasuki tahun 2014 kondisi dunia usaha khususnya UMKM dan Koperasi di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin berat. Ekonomi negeri dengan 240 juta penduduk ini sedang masuk ujian berat; nilai tukar yang tinggi, pertumbuhan yang melemah, suku bunga melambung, import yang semakin naik tinggi dibanding export yang terus turun, ditambah situasi politik yang semakin memanas. Daya tahan UMKM dan Perkoperasian akan di uji di tahun 2014 ini, sebelum kemudian akan masuk kepertarungan sesungguhnya dalam penguasaan pasar disaat AEC tahun 2015 mulai diberlakukan.
Dalam berbagai kesempatan bertemu dengan rekan usahawan UMKM dan perkoperasian, diantara persoalan yang sering dikeluhkan adalah makin kecil nya kesempatan sektor UMKM dan Koperasi untuk ikut menikmati berbagai peluang ekonomi yang muncul ditengah masyarakat. Hampir semua peluang peluang tersebut, bahkan peluang yang semestinya sektor UMKM saja yang “pantas” mengambil, saat ini habis juga diambil oleh korporasi besar, bahkan asing.
Lihat saja usaha kaki lima, yang saat ini sudah tidak “kaki lima” lagi, korporasi besar ikut ambil peluang mengambil pasar, mulai dari bisnis Rombong jualan kopi hingga bisnis hitech. Warung Kopi “Cak Dul” bersaing dengan Gerobak Kopi “Kapal Api”, Warung prancangan “Bu Imah” hadap hadapan dengan Toko Modren “alfamart”, “circle K”, “7 Eleven” dan “indomaret”, perusahaan Expedisi “Siap Kapan Saja” dihajar oleh expedisi besar dan asing yang masuk hingga kepelosok, Koperasi Simpan Pinjam “Desa Makmur” dihantam dan gulung Tikar oleh Unit Mikro Bank Bank Asing.
Hal yang menyedihkan, disaat Koperasi dan sektor UMKM didengung-dengungkan oleh Pemerintah sebagai penopang ekonomi yang tahan banting, saat yang sama mereka seperti dibiarkan untuk dihapus dari peta ekonomi negeri ini. Pemerintah mendengung dengungkan Koperasi dan UMKM penopang Ekonomi Nasional bahkan ada Kementrian khusus mengurusnya, tapi saat yang sama, usaha-usaha untuk memberikan proteksi, memberikan kesempatan berkembang masih sangat jauh dari harapan. Koperasi dan sektor UMKM dibiarkan bertempur dengan lawan yang tidak seimbang.
Melihat kondisi ini, tentunya para pelaku bisnis UMKM dan Perkoperasian tidak pada tempatnya menyerah dan berhenti berusaha. Walau pemerintah dengan berbagai kebijakan-nya dibutuhkan, namun tidak semestinya menggantungkan semua pada pemerintah. UMKM dan Koperasi harus tetap bersandar pada kekuatan dan kemampuan-nya sendiri.
Saya melihat masih ada sebuah peluang bagi Koperasi dan UMKM untuk tetap bisa menang dalam kompetisi menghadapi pasar bebas dan persaingan yang semakin ketat. Yaitu dengan menyatu-padukan kekuatan Sektor UMKM dan potensi perkoperasian. Sektor UMKM yang sebagian besar berbentuk usaha personal baik yang berbadan usaha maupun informal, sangat cocok dengan koperasi yang merupakan bentuk kekuatan ekonomi yang berlandaskan kerjasama dari orang-orang yang bergabung didalamnya untuk mencapai tujuan ekonomi.
Menggabungkan usahawan UMKM dalam satu wadah Koperasi untuk menjadi kekuatan “korporasi” yang siap bertanding dengan perusahaan perusahaan besar. Tidak lagi bergerak secara sendiri-sendiri, menghadapi persoalan sendiri-sendiri, tidak juga hanya sekedar bergabung dalam asosiasi atau perkumpulan untuk saling mengeluh, tapi menggabungkan kekuatan dalam satu kekuatan ekonomi bersama, yaitu Koperasi.
Ambil contoh untuk kasus warung atau toko tradisional yang semakin terjepit dan sulit bertahan dari gempuran pemain besar dengan jaringan toko modern-nya. Walau sudah memiliki pelanggan bertahun-tahun tapi dengan masuknya toko modern, lama kelamaan mereka ditinggal pelanggan juga. Harga jual, fasilitas dan layanan yang ada di toko modern tidak mampu disaingi oleh warung tradisional.
Mau tidak mau warung atau toko tradisional harus meningkatkan usahanya berstandar toko modern agar pelanggan tetap memilih mereka. Sebuah solusi yang mudah diucapkan namun tidaklah mudah bagi usahawan UMKM melakukannya. Butuh modal yang tidak sedikit untuk membuat sebuah toko modern. Nach, disinilah Koperasi bisa masuk sebagai jembatan. Dengan berkoperasi antara para pemilik warung, persoalan permodalan bisa diselesaikan.
Sebagaimana diketahui, dalam satu kawasan entah perumahan, perkampungan, di desa, selalu ada beberapa warung kecil. Pemilik warung inilah yang bersama sama mendirikan sebuah Koperasi. Bisa juga melibatkan masyarakat disekitar untuk ikut memiliki Koperasi tersebut. Koperasi ini yang kemudian mendirikan “Toko Modern Koperasi” di kawasan tersebut. Dengan cara ini para pemilik warung secara bersama-sama bisa memiliki toko modern yang siap bersaing dengan jaringan toko modern besar lainnya, dan melalui pelibatan warga sekitar sebagai anggota Koperasi, maka “Toko Modern Koperasi” tersebut otomatis akan mendapatkan loyal konsumen.
Dalam Undang undang Koperasi yang baru, telah dihapus yang namanya simpanan sebagai sumber permodalan perkoperasian, dirubah menjadi Sertifikat Modal Koperasi (SMK), layaknya sebuah lembar saham di badan usaha PT (persereon Terbatas). SMK yang bisa dimilik orang perorang tanpa dibatasi jumlahnya. SMK inilah yang bisa ditawarkan oleh para pemilik warung yang sudah bergabung dalam Koperasi kepada masyarakat sekitar untuk turut memiliki “Toko Modern Koperasi”. Dengan cara ini selain sebagai konsumen loyal, masyarakat pemilik SMK Koperasi tersebut juga akan mendapatkan keuntungan setiap tahun dari bagi hasil usaha “Toko Modern Koperasi”
Melalui jalan ini, saya berpandangan sektor UMKM dan Koperasi akan siap dan mampu memenangkan persaingan di era pasar bebas nanti. Dan masyarakat juga tidak hanya sekedar jadi konsumen, sekedar jadi pasar, tapi juga dapat ikut serta berkontribusi membangun kekuatan ekonomi rakyat, serta menikmati hasil dari pertumbuhan ekonomi secara langsung. Idea ini rasanya sangat bisa juga diterapkan dijenis-jenis usaha lain. Menyatukan kekuatan UMKM dalam wadah koperasi dan melibatkan masyarakat didalamnya sebagai pemilik sekaligus konsumen.
Sudah seharusnya masyarakat juga secara sadar turut serta membantu dan bekerjsama membesarkan Koperasi-Koperasi UMKM yang ada disekitarnya, bahkan lebih jauh masyarakat dapat turut serta membendung masuknya kekuatan Korporasi besar menghisap ekonomi mereka, tanpa dapat turut serta menikmati hasilnya.