Sukmawati Soekarnoputri, sebuah nama yang tentu tak asing bagi siapapun yang mengaku sebagai orang Indonesia. Dari nama belakangnya, Soekarnoputri, jadi identitas yang tidak mungkin ada keluarga lain di Indonesia yang menggunakaannya, selain keluarga dari salah satu pendiri bangsa, Proklamator Indonesia, Soekarno.

Soekarno atau dikenal Bung Karno, telah meninggalkan warisan nama yang demikian harum, yang siapapun menyandangnya pastilah akan mendapatkan penghormatan dari rakyat Indonesia.

Warisan nama ini sangat berharga, mengalahkan warisan materi apapun yang ditinggalkan Bung Karno. Karena dari nama itu, terpatri sebuah pengakuan bahwa telah pernah lahir di Indonesia, Putra Terbaik Bangsa.

Namun, kali ini dari nama Sukmawati Soekarnoputri, kita diingatkan, bahwa nama yang kita tinggalkan sebagai sebuah warisan bagi anak-keturunan kita, bisa jadi suatu saat akan membuka aib bagi diri kita. Sebuah aib bahwa ternyata kita telah gagal menjalankan salah satu tugas sebagai seorang muslim, yaitu meninggalkan anak keturunan yang shalih, yang tahu tentang Syariat Islam.

Puisi Sukmawati yang dibacakan dengan penuh kejujuran di acara “29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018”, di Jakarta pada Kamis, 29 Maret 2018, yang lalu, mengungkapkan pengakuan Sukmawati, bahwa sebagai salah satu putri Bung Karno, ia tidak tahu tentang Syariat Islam.

Sebuah pengakuan yang mengejutkan, dan dibacakan dalam bentuk puisi yang merupakan karya seni yang lahir dari kejujuran seseorang dalam mengungkapkan pemikirannya dalam bahasa indah (Thomas Carlyle).

Pengakuan yang mengejutkan jika kita ingat bahwa Bung Karno adalah seorang nasionalis sekaligus seorang muslim yang memiliki pemahaman Islam yang baik.

–000–

Membuka puisi yang diberi judul “Ibu Indonesia”, Sukmawati langsung menumpahkan pengakuannya, pemikirannya, bahwa “Aku tak tahu Syariat Islam”.

Bait itu memberi pesan atau dalam puisi disebut amanat, bahwa Sukmawati tidak mengetahui syariat Islam. Yang bagi seorang muslim, jika tak tahu Syariat (hukum Islam) maka sesungguhnya ia tidak memiliki panduan hidup. Lebih jauh, ini bentuk pengakuan bahwa Sukmawati tidak dipandu oleh ajaran-ajaran Islam yang ada dalam Al-Quran dan Al-Hadist sebagai panduan utama.

Pengakuan Sukmawati itu kemudian tercermin dalam bait-bait puisi berikutnya, yang berirama dan beritma yang indah. Dimana sebagai seorang anak, karena tidak tahu panduan sebagai seorang muslimah (Syariat Islam), ia berimajinasi bahwa “suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok | Lebih merdu dari alunan azan mu”.

Tentu bagi yang diajari orang tuanya Islam dengan baik, dikenalkan syariat Islam, diantaranya kewajiban menjalankan Sholat yang merupakan tiang agama, suara adzan adalah suara panggilan yang indah, jauh lebih indah dari suara apapun. Apalagi hanya sebuah kidung yang membuai, yang bisa membuat kita lalai dalam menjalankan ibadah.

Apa yang diakui dengan jujur oleh Sukmawati dalam puisinya bahwa ia tidak tahu Syariat Islam, bertolak belakang sangat jauh dari kuatnya pemahaman Bung Karno tentang Syariat Islam. Saking pahamnya Bung Karno, maka ia bisa menyarankan bagaimana mengimplementasikan Syariat Islam itu dalam kehidupan sehari-hari bahkan dalam berbangsa dan bernegara.

Hal itu bisa kita baca dari salah satu tulisan Buang Karno di buku “Dibawah Bendera Revolusi” yang mengupas tentang Syariat Islam.

“……Lupakah kita, bahwa Syariat Islam itu bukan hanya haram, makruh, sunnah, dan fardlu saja? Lupakah kita, bahwa masih ada juga barang ‘mubah’ atau ‘jaiz’? Alangkah baiknya, kalau umat Islam lebih ingat pula kepada apa yang mubah atau yang jaiz ini! Alangkah baiknya kalau ia ingat bahwa ia di dalam urusan dunia, di dalam urusan statemanship, ‘boleh berqias, boleh berbid’ah, boleh membuang  cara-cara dulu, boleh mengambil cara-cara baru, boleh beradio, boleh berkapal udara, boleh berlistrik, boleh bermodern, boleh berhyper-hyper modern’, asal tidak nyata di hukum haram atau makruh oleh Allah dan Rasul! ….”

Demikian penggalan tulisan Bung Karno, yang menunjukkan bahwa ia memahami dengan baik tentang Syariat Islam, bahkan melontarkan argumentasi yang demikian kuat sebagai pengingat bangsa Indonesia bagaimana mengimplemetasikan Syariat Islam, yang tidak membuat umat Islam berada dalam kegelapan, tapi berkemajuan.

—000—-

Pengakuan Sukmawati yang jujur lewat puisinya tersebut, sekaligus bisa jadi gambaran gagalnya orang tua dalam mendidik anak. Padahal mendidik anak dalam Islam agar menjadi anak yang shalih, adalah kewajiban orang tua yang tidak bisa digantikan.

Anak shalih yang mengerti dan mengamalkan Syarit Islam, akan menjadi amalan yang tidak terputus sampai kapan pun, sebagaimana Rasulullah bersabda;

“Apabila seorang telah meninggal dunia, maka seluruh amalnya terputus kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendo’akannya.” (HR. Muslim: 1631).

Naudzubillah min dzalik, semoga ini tidak terjadi pada kita, jadi pelajaran agar kita makin giat mendidik anak, dekat kepada agamanya, tahu dan menjalankan Syariat Islam.

Terakhir, kita sebagai anak bangsa, yang juga bagian dari anak-anak negeri yang diperjuangkan nasibnya sebagai bangsa oleh Bung Karno, sehingga jadi bangsa merdeka, sudah selayaknya terus mendoakan beliau, semoga amal ibadahnya diterima disisi Allah SWT dan segala khilaf dan dosanya diampuni, Alfatihah.

–000–

Berikut puisi lengkap Sukmawati Soekarnoputri;

Ibu Indonesia

Aku tak tahu Syariat Islam
Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih cantik dari cadar dirimu
Gerai tekukan rambutnya suci
Sesuci kain pembungkus ujudmu
Rasa ciptanya sangatlah beraneka
Menyatu dengan kodrat alam sekitar
Jari jemarinya berbau getah hutan
Peluh tersentuh angin laut

Lihatlah ibu Indonesia
Saat penglihatanmu semakin asing
Supaya kau dapat mengingat
Kecantikan asli dari bangsamu
Jika kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif
Selamat datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia

Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih merdu dari alunan azan mu
Gemulai gerak tarinya adalah ibadah
Semurni irama puja kepada Illahi
Nafas doanya berpadu cipta
Helai demi helai benang tertenun
Lelehan demi lelehan damar mengalun
Canting menggores ayat ayat alam surgawi

Pandanglah Ibu Indonesia
Saat pandanganmu semakin pudar
Supaya kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu
Sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan hormat kepada ibu Indonesia dan kaumnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here