Alkisah dimasa nabi Sulaiman AS, dua orang Ibu bertengkar memperebutkan seorang bayi. Yang satu sudah berumur dan yang satu lagi adalah seorang ibu muda. Kedua Ibu merasa paling berhak dan mengklaim paling benar, bahwa merekalah Ibu dari bayi tersebut.

Mereka menghadap Nabi Daud AS, Raja dari Bani Israil, untuk mendapatkan keputusan, klaim siapakah yang paling benar. Namun Nabi Daud AS tidak dapat memutuskan karena kedua Ibu memiliki argumentasi yang sama kuatnya (dikisah lain Nabi Daud memutuskan, Ibu tua lah yang berhak atas bayi tersebut karena lebih pengalaman akan bisa merawat dibanding Ibu muda). Akhirnya diserahkanlah kepada Nabi Sulaiman untuk menjadi Hakim dan mengambil keputusan.

Dihadapan Nabi Sulaiman AS, kedua Ibu tetap “ngotot” mengklaim sebagai yang paling benar, yang paling berhak atas bayi tersebut. Akhirnya Nabi Sulaiman menghunus pedangnya, dan berkata “Letakan bayi tersebut diatas meja, aku akan membaginya menjadi dua untuk kalian berdua.”

Ibu tua dengan gembira menyetujui keputusan tersebut, sementara Ibu muda berteriak “Apa yang kau lakukan? Jangan !, serahkanlah bayi itu kepadanya (Ibu tua), Aku tidak rela jika ia harus mati dalam usia muda,” cegah ibu muda memohon kepada nabi Sulaiman AS sambil menangis sejadi-jadinya.

Melihat reaksi kedua Ibu tersebut, tahulah Nabi Sulaiman AS, siapa sesungguhnya Ibu dari bayi yang diperebutkan tersebut. Ibu mudalah yang berhak atas bayi tersebut, klaim dialah yang benar, karena tidak ada seorang ibupun yang mengaku mencintai anaknya, akan membiarkan anaknya berakhir hidupnya diujung pedang. Berbeda dengan Ibu tua yang merasa paling berhak, paling benar, tapi sesungguhnya tipu daya ingin bayi tersebut celaka dan ibu muda mengalami kesakitan dan kepedihan karena kehilangan bayi.


Dari kisah tersebut, kita dapat memetik hikmah bahwa jika kita mencintai sesuatu, merasa berhak atas sesuatu, merasa memiliki klaim paling benar atas sesuatu, maka membuktikannya sangatlah mudah. Bisa dilihat sejauh apa kita menjaganya agar tetap “hidup”, terus berkembang, walau tidak memilikinya.

Dalam berorganisasi pun demikian, apakah di sebuah gerakan, perusaahaan, partai politik, kita bisa tahu siapa sesungguhnya yang mencintai organisasi saat pertikaian muncul, apakah karena perbedaan pendapat ataupun memperebutkan suatu jabatan. Orang yang mencintai organisasi pasti tidak ingin “bayi dibelah dua” karena akan “matilah” masa depannya, sirnalah harapan untuk menggapai tujuan dan cita-cita dimasa depannya.

Orang yang mencintai organisasi dengan menghayati tujuan awal didrikannya, pastilah tidak ingin melihat organisasi hancur, apalagi dengan cara memburuk-burukkannya, menyerangnya bahkan membuat organisasi tidak berjalan, karena perbedaan ataupun karena mungkin hanya persoalan “tidak memiliki” lagi kuasa atau kedudukan di organisasi tersebut.

Sebagai yang mencintai dan berjuang agar organisasi bisa terus hidup, bertahan dan berkembang, sesungguhnya dimanapun posisi kita dalam organisasi maka kirimlah cinta kita dengan membantu organisasi melalui berbagai cara. Segala perbedaan pasti akan selalu ada, pertengkaran mungkin tidak terelakkan dalam mengurus sebuah organisasi, tapi janganlah jadikan itu sebagai alasan untuk MEMATIKANNYA.

 

Surabaya, Ahad 8 Januari 2017
Ferry Koto

Tulisan ini dibuat, untuk menyertai kelahiran “bayi” SERUJI.CO.ID dari Gerakan Gotong Royong #MuslimKuasaiMedia (GMKM) melalui ibu kandungnya Koperasi Swamedia Mitra Bangsa (SMB), yang pada hari ini Ahad, 8 Januari 2017 “soft launching” di Jakarta. Semoga Allah mengijjabah doa-doa kita, dan perjuangan para pejuang Islam diseluruh Indonesia yang bergabung dalam Koperasi SMB tidak pernah surut, terus berjamaah, menggapai cita cita #MuslimKuasaiMedia.

5 KOMENTAR

  1. Semoga kisah tersebut tak akan terjadi pada media ini kelak. Semoga bayi “media” ini tumbuh berproses sesuai fitrah kelak menjadi dewasa , cerdas, objektif, teruji, dan mumpuni berpijak pada kebenaran ilahi. Barakallah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here