Keberadaan Toko Modren atau Pasar Swalayan adalah keniscayaan dalam perkembangan sebuah kota. Pasar Swalayan sudah menjadi kebutuhan dari masyarakat modern yang hidup diperkotaan. Tempat yang nyaman, bervariasinya barang yang ditawarkan, serta harga yang kompetitif diantara hal yang menjadi daya tarik Pasar Swalayan[1].
Pertumbuhan Pasar Swalayan terus meningkat setiap tahun, sejak pemerintah mengeluarkan Kepres Nomor 99 Tahun 1998 yang menghapus bisnis ritel dari Daftar Negatif Investasi bagi Asing[2]. Hingga Agutus 2010, tercatat ada sebanyak 526 Pasar Swalayan dengan jenis Hypermarket (Large Format), 9.549 Minimarket (Convinience store) dan ada 477 Modren Drugstore[3].
Disisi lain, pelaku usaha di Indonesia kebanyakan dari sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Kebanyakan diantaranya berusaha dengan membuka warung-warung kecil dan toko kelontong, baik dengan cara menyewa di Pasar Rakyat maupun dengan memanfaatkan ruang yang ada di rumah.
Keberadaan pelaku usaha mikro, toko kelontong, warunng, atau kita sebut saja pedagang kecil ini, makin terdesak dengan keberadaan Toko Swalayan yang tumbuh bak cendawan di musim hujan. Bila dulu disetiap kampong, bahkan disetiap gang bisa disaksikan warung-warung rakyat yang jadi tempat jujukan warga kampung berbelanja kebutuhan sehari hari, kini keberadaan mereka terus berkurang, bahkan dibeberapa perkampungan dan perumahan sudah jarang ditemui.
Pun, nasib yang sama dialami oleh Pasar Rakyat atau Pasar Tradisional. Dengan terus tumbuh dan dibangunnya pusat-pusat perbelanjaan besar; Hypermarket, Departemen Store, Pusat Grosir Modren disetiap sudut kota, maka Pasar Rakyat semakin kehilangan pembeli. Pasar semakin sepi, ditinggal pembeli yang lebih memilih berbelanja di Toko Swalayan yang berdiri dekat dengan pasar, yang berjarak hanya beberapa meter..
Kondisi ini juga terjadi di kota Surabaya. Perkembangan Toko Swalayan sangat pesat yang muncul disetiap sudut kota, bahkan masuk ke kampungn-kampung, mendesak warung-warung dan Pasar Rakyat.
Perda No. 8/2014 Untuk Melindungi Pasar Rakyat dan Pedagang Kecil
Menyikapi perkembangan Toko Swalayan dan makin terdesaknya pelaku usaha disektor UMKM dan pasar rakyat, pemerintah kota (Pemkot) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya, membuat Peraturan Daerah (Perda) No. 8 Tahun 2014 tentang Penataan Toko Swalayan di kota Surabaya[4]. Tujuan dikeluarkannya Perda tersebut diantaranya untuk melindungi pasar rakyat dan jenis usaha UMKM[5].
Diharapkan dengan adanya Perda ini perkembangan Toko Swalayan dapat dikendalikan dan ditata agar kehadirannya tidak merugikan Pasar Rakyat dan pelaku usaha UMKM. Lebih jauh dari itu, diharapkan ada sinergi antara Toko Swalayan dengan Pasar Rakyat dan pelaku usaha UMKM.
Dalam Perda ini Toko Swalayan diklasifikasikan berdasarkan luas area penjualannya[6] :
- Minimarket, dengan luas lantai kurang dari 400m2
- Supermarket, dengan luas lantai 400m2 hingga 5.000m2
- Hypermarket dan Perkulakan, dengan luas lantai diatas 5.000m2
- Departemen, dengan luas lantai diatas 400m2
Dari jenis barang yang dijual, kelima jenis Toko Swalayan ini dikalsifikasikan sebagai berikut[7];
- Minimarket, Supermarket dan Hypermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan/atau produk rumah tangga lainnya,
- Departemen Store, menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan berdasarkan jenis kelamin dan/atau usia konsumen.
- Perkulakan menjual secara grosir barang konsumsi.
Perda 8/2014 memberikan perlindungan kepada pasar rakyat dan pelaku usaha UMKM dari keberadaan Toko Swalayan, mulai dari perencanaan pembukaan Toko Swalayan sampai pengoperasiannya. Melalui penerapan Perda ini diharaplan keberadaan Toko Swalayan tidak merugikan keberadaan Pasar Rakyat dan pelaku usaha UMKM.
Lokasi pendirian Toko Swalayan diatur agar tidak mematikan usaha rakyat seperti warung dan Pasar Rakyat. Lokasi Toko Swalayan tidak boleh berada dilokasi yang sudah banyak berdiri warung-warung atau dekat dengan lokasi Pasar Rakyat[8]. Jarak antara Toko Swalayan dengan pasar rakyat yang sudah ada paling sedikit 500 meter[9].
Pendirian Toko Swalayan pun harus menyertai hasil penilain tim independen berupa analisa dampak didirikannya pasar Swalayan. Analisa Tim penilai ini melibatkan warga dan pelaku usaha sekitar tempat Toko Swalayan akan didirikan[10].
Sangat jelas semangat dari Perda ini adalah agar keberadaan Toko Swalayan tidak membuat mati usaha rakyat yang sudah ada didaerah dimana Toko Swalayan didirikan.
Lokasi pendirian Toko Swalayan juga ditentukan dengan ketat, menyesuaikan dengan Lebar jalan ditempat rencanan Toko Swalayan berdiri, dengan ketentuan sebagai berikut[11];
- Lokasi Minimarket, lebar jalan paling sedikit 8 meter,
- Lokasi Departemen store dan Supermarket, lebar jalan paling sedikit 10 meter,
- Lokasi Hypermaket dan Perkulakan, lebar jalan paling sedikit 12 meter.
Selain pengaturan pendirian dan perizinan yang harus dipenuhi, dalam Perda 8/2014 juga mewajibkan Toko Swalayan melakukan kemitraan dengan pelaku usaha UMKM[12] dilokasi didirikannya Toko Swalayan.
Kemitraan dilakukan dalam bentuk [13];
- Kerjasama pemasaran barang produk UMKM di Toko Swalayan
- Penyediaan lokasi usaha untuk UMKM di area penjualan Toko Swalayan, tanpa dipungut biaya dengan luasan antara 1% sampai 2% area penjualan, dan/atau
- Penyedian pasokan bagi toko, warung atau pengecer didaerah sekitar dengan harga distributor.
Jam Operasional Toko Swalayan pun diatur agar tidak membawa dampak buruk pada masyarakat sekitar dan mengganggu ketetangan masyarakat[14]. Demikian juga tenaga kerja, diutamakan yang berasal dari daerah sekitar lokasi Toko Swalayan[15].
Selain itu, Toko Swalayan juga diwajibkan untuk menyisihkan keuntungannya sebesar 2% dari laba bersih pertahun untuk dialokasikan sebagai biaya tanggungjawab social perusahaan ( Corporate Social Resposibility) kepada Pasar Rakyat dan/atau masyarakat disekitar lingkungan usaha Toko Swalayan.
Realitas Penerapan Perda No. 8/2014
Penerapan aturan yang ada di Perda No. 8/2014 ternyata tidak seindah apa yang ditulis dalam norma yang tercantum dipasal-pasal di Perda tersebut. Banyak dari ketentuan yang diatur dalam Perda ini yang dilanggar dan Pemkot Surabaya nampaknya tidak mengambil tindakan tegas bahkan cenderung membiarkan serta memberikan izin berdiri Toko Swalayan yang jelas tidak memenuhi ketentuan yang ada dalam Perda No.8/2014.
Dalam hal pendirian, yang seharusnya melibatkan tim independen dalam melakukan kajian pendirian untuk mengetahui tanggapan masyarakat sekitar atas akan didirikannya Toko Swalayan, sering diabaikan. Pemerintah tidak melakukan pengecekan apakah sudah dilakukan kajian yang benar dengan melibatkan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kasus di Surabaya, seperti pendirian sebuah Minimarket di kawasan jalan Semolowaru Timur, yang mendapat penolakan warga setelah Toko Swalayan tersebut berdiri.
Kemudian banyak juga berdiri Minimarket yang saling berhimpitan, hanya berjarak puluhan bahkan hanya beberapa meter antara Minimarket satu dengan yang lain. Dan yang memprihatinkan, Minimarket tersebut berdiri dikawasan yang sudah banyak berdiri warung dan toko kelontong usaha rakyat. Kasus ini misal dapat kita lihat di jalan Kyai Abdul Karim – Rungkut, di sepanjang jalan ini berdiri beberapa Minimarket.
Ketentuan lokasi Toko Swalayan yang harus berada di jalan raya juga tidak diindahkan oleh pelaku usaha, dan Pemkot juga cenderung mendiamkan. Hal ini juga bisa dilihat di jalan Kyai Abdul Karim, yang lebar jalannya tidak sampai 8 meter, berdiri beberapa minimarket. Dibeberapa perumahan di wilayah Rungkut, Wiyung, Mulyorejo, dan banyak lainnya juga berdiri minimarket yang tidak memenuhi ketentuan lebar jalan yang diatur pada Perda 8/2014.
Ketentuan harus menyediakan space untuk pelaku usaha UMKM, juga tidak ditaati oleh pelaku usaha Toko Swalayan. Hampir tidak ada ditemukan Minimarket di Surabaya yang menyediakan area penjualannya (bagian dalam) untuk pelaku usaha UMKM. Kalaupun ada yang menyediakan tidak didalam Minimarket sebagaimana diamanatkan dalam Perda 8/2014 tapi diluar area penjualan minimarket. Dan yang lebih memprhatinkan, area yang diluar itupun tidak gratis diberikan kepada palaku usaha UMKM tapi dipungut biaya yang nilainya cukup tinggi setiap bulan.
Pendirian Toko Swalayan di dekat Pasar Rakyat juga sering ditemukan, tidak hanya minimarket tapi juga Supermarket. Contoh di daerah Keputih Surabaya, yang terdapat pasar Keputih yang sudah puluhan tahun berdiri. Dekat pasar ini berdiri dengan megah minimarket-minimarket sepanjang jalan Arief Rahman Hakim dan sepanjang jalan Kejawen Tambak.
Di kawasan Blauran, dimana terdapat pasar Blauran yang legendaries, yang dulu menjadi salah satu icon kota Surabaya, berdiri dengan megahnya BG Junction Mall, sebuah pusat perbelanjaan modern, yang didalamnya terdapat Hypermarket Carefour juga Departemen Store Ramayana. Tentu keberadaan Toko Swalayan raksasa di dekat Pasar Blauran ini telah membuat lumpuh pelaku usaha di pasar Blauran maupun toko-toko disekitar. Kita dapat menyaksikan sepinya pasar Blauran karena banyak kios yang sudah tutup, dari penjual pakaian, penjual makanan serta yang menjual kebutuhan pokok.
Sering juga Toko Swalayan mulai Minimarket hingga Hypermarket melakukan pelanggaran jam buka usaha hingga pukul 24.00, bukan dihari besar sebagaimana diatur Perda 8/2014, tapi tidak ada yang menegur.
Ketegasan Pemkot Harapan Pelaku Usaha UMKM
Melihat kondisi diatas, terlihat tidak sesuai kenyataan antara peraturan yang dibuat dengan penerapan dilapangan (das Sein vs das Sollen). Melihat kenyataan ini diharapkan Pemkot melakukan evaluasi menyeluruh. Baik terhadap instansi yang menerbitkan izin berdirinya Toko Swalayan, maupun instansi yang seharusnya melakukan pengawasan atas berdirinya Toko-toko Swalayan yang melanggar Perda 8/2014.
Pemkot harus bertindak tegas, dengan mencabut izin Toko Swalayan yang tidak sesuai dengan aturan yang ada, yang telah membawa dampak buruk bagi pelaku usaha UMKM dan mematikan Pasar Rakyat.
Adalah tanggung jawab Pemerintah kota melalui dinas terkait untuk sesegara mungkin mengambil langkah-langkah tegas, sebelum banyak pelaku Usaha UMKM di Surabaya yang gulung tikar dan Pasar-pasar Rakyat kehilangan pelanggan yang pada akhirnya akan tinggal kenangan.
Selain itu Wakil rakyat di DPRD Surabaya, seharusnya ikut mengawasi pemberlakuan Perda 8/2014. Tidak saja dalam pendiriannya tapi juga dalam mengawasi penegakan peraturan yang sudah dibuat.
Akhirnya semoga penegakan aturan yang ada dalam Perda 8/2014 dapat dijalankan secara konsisten, sehingga pelaku usaha UMKM dan Pasar Rakyat di Surabaya dapat terus tumbuh bersama kota Surabaya yang sedang terus berkembang. Semoga tidak ada warga kota yang ditinggalkan dalam pembangunan kota karena ketidakpedulian Pemkot dan DPRD akan nasib mereka dengan mengabaikan penegakan aturan yang sudah ditetapkan dalam Perda.
Kota Pahlawan, Suroboyo, Juni 2016
___________________________________________
[1] ST Sujana, Asep. 2012. Manajemen Minimarket, Jakarta: Raih Asa Sukses. Hal: 37-40
[2] Republik Indonesia. Keputusan Presiden Nomor 99 Tahun 1998 Tentang Bidang /Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil Dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah dan Besar Dengan Syarat.
[3] Sumber: LeadMAX-Co, publikasi tahun 2011 dengan data per Agustus 2010.
[4] Kota Surabaya, Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Penataan Toko Swalayan di Kota Surabaya.
[5] Ibid, BAB II, Pasal 4.
[6] Ibid, BAB III, Pasal 5 ayat 3.
[7] Ibid, BAB III, Pasal 5 ayat 4.
[8] Ibid, BAB IV, Pasal 6
[9] Ibid, BAB IV, Pasal 8 ayat 1
[10] Ibid, BAB IV, Pasal 7
[11] Ibid, BAB IV, pasal 6 ayat 3.
[12] Ibid, BAB IV, Pasal 14.
[13] Ibid, BAB IV, Pasal 14 dan Pasal 15
[14] Ibid, BAB IV, Pasal 13.
[15] Ibid, BAB IV, Pasal 12.