Irman Gusman, Ketua DPD RI, secara khusus memberikan rekomendasi untuk pembuatan Film tentang Bung Hatta dan menghimbauan pemerintah daerah di Propinsi Sumatera Barat memberikan dukungannya.
Dukungan yang dimaksud adalah dalam hal pendanaan pembuatam film yang diharapkan dapat dialokasikan dari dana APBD Provinsi Sumatera Barat maupun Kota/Kabupaten yang ada di Sumatera Barat.
——-0000——
Bagi Mohammad Hatta, kemerdekaan Indonesia, -sebagai mana yang disampaikanya dalam pidato saat pelantikannya sebagai Ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda- bukanlah sekedar merdeka dari Kolonialisme tapi juga merdeka dari Feodalisme.
Merdeka dari Kolonialisme adalah pembebasan dari penjajahan bangsa asing yang menguasai Indonesia, yang merampas hak kedaulatan bangsa Indonesia dalam mengurus dirinya dan bediri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Disisi lain, Hatta memandang, perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka adalah pembebasan untuk seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk satu-dua golongan, bukan juga hanya untuk memerdekakan segelintir tuan-tuan untuk menggantikan kekuasaan penjajah, Belanda.
Bagi Hatta, perjuangan merdeka itu juga harus berupa pembebasan dari Feodalism yang membelenggu rakyat Indonesia, bahkan jauh hari sebelum bangsa penjajah menjajah negeri ini. Merdeka artinya tidak adalagi rakyat yang lebih rendah kedudukannya dari sekelompok elit, merdeka artinya tidak ada lagi rakyat yang menjadi sahaya dari sekelompok penguasa. Rakyat adalah pemilik kedaulatan sejati, dan untuk itu rakyat harus dibebaskan dari penjajahan Kolonialism dan juga Feodalism.
Sikap Feodalistik menempatkan rakyat hanya sebagai objek dari penguasa. Rakyat tidak sepenuhnya berdaulat, tapi kedaulatan dipegang hanya oleh sekelompok orang, sekelompok elit, sekelompok bangsawan berdarah biru.
Itulah arti merdeka bagi Hatta, rakyatlah yang jadi tujuan merdeka itu, dan pada akhirnya rakyatlah yang berdaulat dan menjadi tuan atas tanah airnya, atas hajat hidupnya.
Hatta tidak hanya fasih menjelaskan makna merdeka dari pidato dan tulisannya, tapi Hatta konsisten menerapkan dalam kesehariannya. Sebagai salah satu founding father, Proklamator, bahkan wakil presiden yang sangat berkuasa, Hatta tidak pernah sekalipun merasa lebih tinggi kedudukannya dari rakyat Indonesia sehingga berhak mendapatkan penghormatan lebih, dilayani lebih, diperlakukan melebihi dari apa yang sudah dia berikan untuk Indonesia.
Bagi Hatta, sikap feodalistik, merasa berhak dilayani rakyat bahkan mengambil “upeti” dari rakyat adalah bentuk lain dari penjajahan. Maka tidak heranlah kemudian, Hatta yang pernah menjadi Wakil Presiden, pernah jadi Perdana Menteri, tetap saja hidup sederhana sama dengan kesederhanaan yang harus dialami oleh sebagian besar rakyatnya. Tidaklah mengherankan kemudian setelah Hatta pensiun dari kekuasaan, melepaskan semua jabatannya, kehidupan Hatta tidak jauh berbeda dari kebanyakan rakyat Indonesia.
Hatta adalah representasi sosok yang selaras kata dan perbuatannya. Hingga akhir hayatnya, Hatta tidak pernah mengambil apa yang bukan haknya bahkan jikapun sesuatu itu haknya tapi diambilkan dari sesuatu milik rakyat, Hatta pastilah akan menolaknya.
Karena mengambil apa yang seharusnya digunakan untuk rakyat dan menyerahkan kepada seseorang, pada elit, walau sebesar apapun jasa orang tersebut adalah sikap feodalistik yang dia tentang sama kerasnya dengan kolonialism.
Dengan memahami apa yang jadi perjuangan Hatta dan makna kemerdekaan yang diyakini Hatta, maka segala yang dilakukan untuk mengenang Hatta, mengingat perjuangannnya, harus lah tidak kehilangan Ruh Hatta.
Mengisahkan Mohammad Hatta dengan cara yang ditentang oleh Hatta sama saja mengkhianati perjuangan Hatta dan mengabaikan prinsip nilai perjuangan Hatta.
—–000—–
Pembuatan film Bung Hatta, tentulah layak didukung karena demikian banyak pelajaran yang bisa diambil dari jalan hidup Hatta, dari perjuangannya dan dari sikap perilaku selama hidupnya. Kesempurnaan sosok Hatta sangat layak jadi suri tauladan bagi generasi muda Indonesia saat ini bahkan masa mendatang.
Hemat saya, memfilmkan Hatta, yang tentu butuh pembiayaan yang tidak sedikit, janganlah sampai melanggar apa yang jadi prinsip hidup Hatta, apa yang diperjuangkannya hingga akhir hayatnya. Dan mendanai pembuatan film tersebut dari APBD yang seharusnya bisa digunakan untuk kepentingan rakyat sangatlah bertentangan dengan prinsip Hatta.
Masih banyak jalan lain tanpa perlu menggunakan APBD untuk membuat Film Hatta, termasuk untuk menayangkannya secara gratis pada rakyat Indonesia. Diantaranya dengan jalan yang selama ini diajarkan Hatta, yaitu bergotong royong.
Bagi kalangan yang beruntung menikmati kemerdekaan yang dulu diperjuangkan Hatta, tentu tidak akan berkeberatan ikut menyisihkan sedikit dananya mewujudkan film Hatta ini. Bisa saja dengan bergotong royong mendanainya atau dalam bentuk lain, seperti membeli ticket film nya dimuka secara bersama-sama, yang dana penjualan ticket nya bisa digunakan membiayai pembuatan film tersebut.