SURABAYA – Kepala Dinas Pendidikan (Kadispendik) Ikhsan, Minggu (11/1) mengundang para kepala SMPN, SMAN, dan seluruh ketua komite sekolah. Ajang tersebut dimanfaatkan para ketua komite untuk mengeluhkan kasus dugaan pungutan liar (pungli) mutasi siswa yang kini diusut polisi.
Acara yang diadakan di aula SMKN 6 tersebut sebenarnya tidak terkait langsung dengan kasus pungli. Ikhsan memang rutin mengadakan koordinasi dengan para Kasek dan komite sekolah. Karena itu, sekitar 30 menit berbicara di depan forum, Ikhsan tidak menyinggung kasus pungli.
Masalah tersebut baru muncul saat Dewan Pendidikan Surabaya mendapat kesempatan berbicara. Tanpa basa-basi, Ketua Dewan Pendidikan Surabaya Martadi mengatakan pentingnya para Kasek dan komite sekolah mengantisipasi kasus pungli. ’’Ada tiga hal yang perlu kita perbaiki,’’ ucap pria yang juga dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya (Unesa) tersebut.
Pertama, perlu disempurnakan secara detail peraturan mengenai pungli. Tujuannya, para Kasek bisa mengetahui mana yang disebut pungli atau bukan. Kedua, memaksimalkan peran pengawas sekolah. Sebab, sejatinya pengawas sekolah tidak hanya mengawasi pembelajaran, melainkan juga manajemen sekolah. Bila ada yang mencurigakan, mereka bisa langsung menindak. Ketiga, memaksimalkan peran komite sekolah yang terdiri atas para orang tua. Apalagi penarikan sumbangan biasanya merupakan inisiatif para orang tua. Bukan wakil kepala sekolah seperti yang terjadi di SMAN 15.
Paparan Martadi memancing reaksi para ketua komite sekolah. Satu per satu menyuarakan pendapatnya. Salah seorang adalah Ketua Komite SMKN 10 Sugianto. Menurut dia, kejelasan yang dibutuhkan komite sekolah adalah perbedaan antara pungli dan sumbangan. Hal itu penting supaya orang tua dan masyarakat tidak salah kaprah dalam memaknai sumbangan. ’’Saya juga menyesal, banyak pihak yang memanfaatkan situasi ini. Ini dunia pendidikan, jangan dibuat politis,’’ ucap pria yang bekerja sebagai staf Badan Kehormatan DPRD Jatim tersebut.
Rohim, wakil komite SMP 21 Surabaya, menambahkan, kasus pungli memang menghebohkan dunia pendidikan. Apalagi DPRD Surabaya menyebut kasus itu sebagai operasi tangkap tangan. ”Tugasnya DPRD itu apa kok ada tangkap tangan. Kalau bisa, ada kesepakatan antara dispendik, pemkot, dan DPRD soal pungli itu apa. Kasus ini membuat kami semua malu,” ujarnya. Pernyataan senada dilontarkan belasan ketua komite sekolah lain.
Kasus pungli mutasi siswa yang muncul di SMAN 15 membuat pihak sekolah ketakutan saat menarik sumbangan kepada siswa. Wakil STM Pembangunan Surabaya Budianto mengusulkan agar ada klarifikasi kepada DPRD.
Zulfery Yusal Koto, anggota dewan pendidikan bidang pengawasan, mengungkapkan, pihaknya akan menampung semua masukan. Termasuk, klarifikasi ke DPRD Surabaya. ”Perwakilan komite komplain tindakan anggota dewan. Pengin datang ke dewan,” ujarnya.
Menurut dia, kasus pungli memang menjadi peringatan keras bagi praktik pendidikan di Surabaya. Dia pun mengaku kecolongan. Sebab, perkara tersebut tidak ditemukan dispendik, namun pihak lain.
Fery menyebut, dewan pendidikan juga tidak tinggal diam. Institusi tersebut telah memanggil kepala dan wakil kepala SMA yang diduga melakukan pungli. Bahkan, pihaknya juga telah mengadakan hearingdengan DPRD. ”Tapi, sudah terlambat dan masuk ranah hukum,” ucapnya.
Fery menyebut, banyak poin yang harus dibahas. Misalnya, apakah proses mutasi sudah sesuai dengan regulasi. Dia menyebut, dalam ketentuan undang-undang, tidak boleh ada 1 persen pun pungutan dalam mutasi siswa. Sebab, pemkot telah menetapkan wajib belajar 12 tahun. Artinya, pemkot sudah menggratiskan biaya sekolah hingga tingkat menengah. ”Dalam kasus di SMAN 15, pada 31 Desember sudah ada surat yang menyatakan siswa mutasi diterima tanpa ada sumbangan. Muridnya juga sudah masuk sekolah. Nah, 2 Januari itu baru ada laporan pungli. Artinya, awalnya tidak ada penyalanggunaan wewenang,” jelasnya.
Fery mengatakan, pungutan dan sumbangan sebenarnya diperbolehkan dalam undang-undang. Syaratnya, besarannya ditetapkan dalam jangka waktu tertentu. Kemudian, semua orang memberikan jumlah yang sama. Selain itu, sumbangan diperbolehkan jika ada kesukarelaan, sudah terprogram, disetujui wali murid, diketahui dinas, dan tidak ada unsur paksaan.
Menurut Fery, ada kesalahan pihak SMAN 15. Seharusnya kepala sekolah dan wakilnya tidak berurusan dengan sumbangan. ”Untuk kasus hukum, biar penyidik yang mengurus. Tapi, saya berharap kasus ini tidak dipolitisasi. Jangan sampai pendidikan di Surabaya menjadi mundur,” tandasnya. (ina/nir/c7/oni)
sumber : http://www2.jawapos.com/baca/artikel/11321/komite-desak-dewan-klarifikasi-soal-pungli