Tentunya setiap kita sudah memahami apa makna dari adil, bagaimana bersikap adil dan berlaku adil. Semua agama sangat menekankan pada ajaran tentang keadilan ini. Bagi penganut agama Islam, perihal adil ini banyak dikupas dan selalu diingatkan, baik sebagai pribadi, sebagai seorang suami, sebagai hakim maupun sebagai pemimpin dan yang dipimpin. Bahkan dalam salah satu firman Allah, diperintahkan dengan tegas untuk berlaku adil, karena sesungguhnya berlaku adil itu dekat dengan ketaqwaan.
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah [5], ayat 8)
Berlaku adil pun harus ditegak kan pada orang yang kita tidak suka, pada musuh musuh kita, apalagi hanya pada orang yang berbeda pendapat dengan kita “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil”
Terkait dengan perintah berlaku Adil ini, saya mencoba merefleksikan ke kondisi aktual bangsa kita saat ini. Rasa rasanya sikap berlaku Adil, menegakkan keadilan, berbuat Adil, mulai semakin berkurang kalau tidak boleh dikatakan hilang dalam tata pergaulan dimasyarakat maupun bernegara.
Dalam hal sikap berlaku Adil pada para pemimpin, sungguh sangat miris melihat perlakukan masyarakat yang mungkin karena perbedaan pandangan, karena perbedaan kelompok, karena kebencian, memperlakukan para pemimpinnya tidak sebagaimana mestinya, jauh dari keadilan, jauh dari tuntunan berbuat adil.
Beberapa kasus ketidakadilan perlakukan pada para pemimpin (dan keluarganya) dapat kita lihat pada kasus Foto Instagram Ibu Ani Yudoyono, istri Presiden RI, ibu negara. Dimana sebagai seorang ibu, sebagai seorang nenek, sebagai seorang istri, sebagai seorang pribadi tentu memiliki pula hak hak individu selain kewajiban sebagai Ibu Negara. Berbagi kecerian, kebahagian dan kebanggan tentang cucu, anak dan keluarga serta berbagai pencapain dengan share sebuah Foto adalah hak yang dimiliki sama seperti orang orang lainnya, tidak boleh dihalangi apalagi kemudian diperlakukan dengan komen, hujatan yang tidak adil.
Saya mencoba ambil contoh soal kasus Instagram ini untuk memudahkan perbandingan saja, betapa kebencian, perbedaan, saling dukung mendukung, ternyata membuat banyak orang lupa bahwa menegakkan keadilan itu harus didahulukan. Sebagai pembanding, disaat bersamaan dengan kasus Instagram ini, banyak orang yang seolah tutup mata atas ketidak-adilan yang mestinya lebih layak disikapi. Seorang tokoh masyarakat, bekas Pejabat Tinggi Keadilan dinegeri ini, saat dibutuhkan oleh KPK bersaksi atas suatu kasus Korupsi yang menggemparkan dunia Peradilan, malah tidak bisa memenuhi panggilan tersebut. Alasannya karena beliau sudah banyak agenda pribadi, dan kalaupun tersisa waktu, maka KPK harus menyesuaikan dengan jadwalnya yang segera akan berangkat ke Luar Negeri untuk suatu Ibadah pribadi. Bertolak belakang dengan ucapan ucapannya akan terdepan menegakkan keadilan dan siap memperjuangkan nya.
Kenapa masyarakat tidak bersikap kritis pada Tokoh tersebut ? kenapa tidak bersikap adil ?
Dan disaat yang sama ada lagi pihak yang menyerukan agar masyarakat saling bantu, saling mengulurkan tangan disaat kesulitan atau kesusahan melanda masyarakat. Tidak hanya bergantung pada pemerintah apalagi saling salah menyalahkan. Sebuah himbauan yang memang semestinya dan layak diikuti. Tapi sayangnya saat banjir melanda Jakarta dan banyak daerah lainnya, mereka malah keluar negeri, berangkat menjalankan ibadah. Foto foto juga diunggah, namun tidak ada yang mengkritisi dan mempertanyakan kepedulian mereka atas bencana dan pertanggung jawaban atas ucapannya.
Banyak contoh lain yang terjadi saat ini soal berlaku tidak adil tersebut, terutama bisa dilihat dari kelompok yang saling dukung mendukung para pemimpin (calon pemimpin?). Satu kelompok sedemikian tutup matanya atas orang yang didukung, bahkan saat pemimpin yang didukung sudah berbuat diluar batas, dengan pernyataan dan sikap yang tidak pantas.
Mungkin karena ketidak mampuan untuk bersikap adil, baik para Pemimpin maupun Rakyat, maka negeri ini sulit mencapai tujuan sebagai negeri yang sejahtera.
Sejarah mencatat, betapa negeri ini pernah tidak adil pada para pendiri Bangsa nya, sejarah juga mencatat Pemimpin pernah tidak adil pada rakyatnya, dan saat ini keadilan itu semakin jauh dan bisa jadi kesejahteraan negeri ini juga akan makin jauh dan sulit dicapai. Sebagaimana janji Allah di Surat Al-Maidah, ayat 8 diatas “… Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa ….”
Dan di ayat lain ditegaskan, Taqwa akan mengantarkan pada kesejahteraan :
Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. (Tetapi) mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS Al-A’raf [7]: 96)
Alangkah indahnya, diantara segala perbedaan, pengelompokan, sikap dukung mendukung, kita semua dapat terus mengedepankan sikap Adil, karena sesuai dengan janji Allah, keadilan akan membuat kita dekat pada ketaqwaan dan pada akhirnya bisa tercapai cita cita kita bernegara yaitu masyarakat sejahtera, sebuah masyarakat maju, adil dan makmur.
Betul, suasana sekarang di negeri ini sangat liar seperti di rimba raya, keadilan adalah barang langka. Padahal itu kunci kebangkitan bangsa kita