Mobil Dinas Jokowi,Mobil Esemka
Mobil Dinas Jokowi,Mobil Esemka

Hari belakangan ini, suhu di Jakarta yang sudah panas makin memanas akibat keributan yang muncul dengan diluncurkannya produk Low Cost Green Car (LCGC) oleh Dua perusahaan Otomotif Indonesia (ATPM) Toyota dan Daihatsu. Muncul Dua kelompok yang saling bertarung dengan senjata argumentasi mereka masing masing, dan seperti biasa kedua kelompok ini mengatas-namakan Rakyat. Mengatas-namakan kepentingan rakyat dan negara saat ini dan masa depan.

Kelompok pertama tentunya pemerintah yang mendukung peluncuran Mobil LCGC yang merupakan mobil Ramah Lingkungan yang irit energi/BBM dan Harga yang terjangkau. Pemerintah (dan Pendukungnya) memakai senjata pamungkas Green Car, yaitu kendaraan yang telah memenuhi ketentuan pemakaian bahan bakar Bensin (atau yang setara) yang irit dalam rangka hemat energi serta tersedianya kendaraan murah, terjangkau dan layak bagi seluruh rakyat Indonesia. Argumentasi pemerintah dengan hadirnya kendaraan LCGC ini akan terjadi subsitusi pemakaian kendaraan dari kendaraan yang boros bahan bakar, menjadi ke kendaraan yang irit BBM (adanya ketentuan minimal 20Km untuk 1 liter BBM), juga membuka kesempatan bagi pasar mobil murdah, disisi lain industri otomotif nasional dapat tumbuh, menggerakan ekonomi dan selanjutnya membawa dampak pertumbuhan ekonomi yang baik. Kelompok ini terwakili dari pendapat pemerintahan SBY yang diwakili oleh Wapres Bp. Prof. Boediono

Pihak lainnya, yang jadi corong didepan adalah Bp. Ir Jokowi, Gubernur DKI Jakarta, yang menolak kehadiran LCGC dengan senjata argumetasi bahwa kehadiran Mobil murah (tanpa peduli dengan Creen Car nya) di-jalanan Jakarta dan kota kota besar lainnya di Indonesia akan menambah parah kemacetan di jalan jalan. Pendapat ini diamini oleh banyak kalanganan, ditambah mencuatnya pandangan bahwa hadirnya LCGC ini tidak lebih untuk kepentingan Industri Otomotif Asing (jepang terutama dalam hal ini) dalam rangka tetap menguasai pasar Otomotif Nasional dan dengan berbagai cara menggunakan tangan pemerintah melalui isu Green Car maupun Kendaraan Murah. Terkait dengan rencana pemerintah DKI meluncurkan Program Transportasi Massal, dipandang program LCGC ini akan dapat menjadi penghambat dan dengan sengaja “menggembosi” Program Transportasi massal tersebut.

Adu argumentasi, adu “kepedulian”mengatas-namakan Rakyat selalu dilontarkan kedua belah pihak ini, dan keduanya sudah merasa yang paling benar. Tapi apakah benar demikian?

Pada dasarnya kendaraan LCGC ini tidaklah ujuk ujuk muncul begitu saja, tidak simsalabim muncul dengan tiba tiba. Wacana soal mobil murah dan hemat energi ini sudah muncul lama dan juga terjadi dibanyak negara. Di indonesia ATPM sebenarnya sudah lama bersiap siap menyambut program ini, demikian juga Industri Otomotif Nasional (Mobnas), para pelaku di Asosiasi Industri Otomotif Nasional (ASIANUSA) sangat menunggu dan antusias dengan wacana mobil LCGC yang sedari awal diharapkan menjadi salah satu pintu masuk untuk perkembangan Mobil Nasional, tentunya melalui Kebijakan pemerintah membuat Peraturan LCGC yang lebih berpihak pada kemampuan dan proteksi Industri Mobil Nasional.

Kalangan industriawan Mobil Nasional berharap, program LCGC, program mobil Murah, akan lebih memberi peluang dan proteksi kepada merk merk nasional, rancang bangun nasional, dibanding ATPM yang sudah menguasai pasar otomotif Indonesia selama berpuluh puluh tahun.  Harapan proteksi dalam program LCGC ini adalah diantaranya pada specifikasi teknis yang sudah mampu industri lokal bersaing dan merancang bangun secara effisien dalam skala industri dan proteksi disegmentasi market yang tidak dimasuki (sulit) oleh ATPM asing selama ini, yaitu mobil murah dengan kelas kapasitas mesin tidak lebih dari 750CC, Dimana harapannya pemerintah pada program LCGC dengan batasan kapasitas mesin 750CC dapat membebaskan Pajak Barang mewah (PPn-BM) bagi kendaraan tersebut sehingga menjadi murah dan dapat terjangkau masyarakat serta menjadi pilihan “kebanggan” masyarakat Indonesia

Itulah impian industri Otomotif Nasional kita. Mimpi yang dibangun dengan harapan besar akan jadi pintu masuk nya industri lokal menguasai pasar otomotif ditanah air sendiri. Namum mimpi itu sirna dalam sekejap, harapan itu terhempas karena dengan keluarnya PP 41/2013 pada pada bulan Mei 2013 (baca disini) pemerintah alih alih memproteksi industri otomotif nasional, malah sebaliknya membuka peluang bagi pemain Otomotif Besar Asing (ATPM) kembali masuk di segmen yang menjadi mimpi industri lokal. Pemerintah membuka peluang ATPM masuk dengan memperbesar kapasitas Mesin dari harapan industri nasional 750cc maksimal menjadi 1.200cc maksimal (pasal 3 ayat 1-C1).

Pasal 3 ayat 1-C1 inilah yang dijadikan pintu masuk ATPM “membonceng”program LCGC Nasional. dan bisa dipastikan efeknya. Dengan naiknya batasan kapasitas mesin menjadi 1.200CC maka ATPM yang sudah memiliki dan menguasai teknologi di kelas ini akan lebih mudah membangun kendaraan LCGC, mereka sudah memiliki mesin, meiliki design, memiliki pabrik yang tidak jauh berbeda dengan Mobil mobil yang selama ini bekeliaran di jalanan Indonesia, yang sudah menguasai pasar Indonesia. Mereka tinggal “mentreatmen” sedikit agar memenuhi ketentuan pemakain BBM nya tidak lebih dari 1 liter untuk 20 Km. Dengan naiknya batasan kapasitas mesin ini, maka ATPM akan kembali berpesta pora dengan peningkatan penjualan Mobil “murah” mereka, sementara Merk lokal buatan anak negeri sendiri seperti “GEA” dan “TAWON” harus kembali melupakan mimpi mereka untuk menikmati kue industri otomotif nasional, untuk mulai memasarkan produk kebanggaan anak negeri, untuk mulai masuk dalam pertarungan yang fair dimana negara bisa hadir membela mereka.

Kegelisahan Industriawan Industri Otomotif Lokal atas keluarnya PP 41/2013 ini,  dilontarkan dibanyak media, dibanyak diskusi, namun respon masyarakat, pengamat, akademisi, dan kalangan yang peduli industri otomotof nasional boleh dikatakan sangat minim. Seperti biasanya mereka berjuang sendiri.

Anehnya setelah keluar kendaraan LCGC milik ATPM pada September 2013 lalu, seolah semua seperti kebakaran jenggot, padahal keluarnya mobil tersebut “dipayungi”, direncanakan dengan terbuka dan terang benderang, melalui PP 41/2013. Semua seolah “pura pura” baru tahu dan menjadi pahlawan disiang bolong menjadi paling terdepan menentang “dominasi asing” di industri otomotif nasional.

Dan lebih celakanya, orang orang yang menetang LCGC (yang dikeluarkan ATPM) ini membawa “senjata” argumentasi Tolak mobil murah karena tidak sesuai dengan kebutuhan Rakyat Indonesia, Tolak LCGC karena memperparah kemacetan. Tanpa sadar Mereka menolak yang jadi idea awal perjuangan Industri Nasional untuk masuk ke pasar Otomotif nasional.

Sungguh hal ini seperti dua Gajah yang bertarung dan ditengah tengahnya Pelanduk Mati Merana. Yang bertarung dengan gagah nya dan merasa paling benar membela kepentingan Rakyat (termasuk didalamnya Otomotif lokal)  mengeluarkan segala argumentasinya, sementara si Pelanduk makin lemah dan sebentar lagi akan mungkin mati tidak mampu lagi menghadapi AEC2015 dan terbuka nya pasar nasional untuk dikuasai oleh produk produk asing.

Entah apa masih ada di negeri ini yang memikirkan nasib pelanduk secara jujur, tidak ditumpangi kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Sungguh pelanduk ini butuh benar-benar dibela, rakyat ini butuh benar benar di jaga, dan pasar dalam negeri ini butuh pemimpin pemimpin yang bersuara dari Nurani yang bening yang tidak tertutupi oleh kepalsuan.

Andailah ada pemimpin seperti itu yang kemudian berjuang merubah pasal 3 ayat 1 C1 itu menjadi batasan yang memproteksi industri Nasional, mungkin Pelanduk ini dapat terus hidup dan pada masanya, bisa jadi si Pelanduk dapat menundukan gajah gajah yang bertarung ini, dan Mobil Murah untuk Rakyat indonesia, Karya anak Indonesia hadir ditengah kita.

Walahualam

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here