Pendidikan memiliki peran strategis dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang pada akhirnya akan menentukan kemajuan suatu bangsa. Bangsa dengan masyarakat yang berpendidikan baik akan jauh lebih berpeluang maju dan sejahtera dibanding bangsa yang pendidikannya rakyatnya rendah[1].

Memajukan pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter) dan pikiran (intelektual dan tubuh anak), dan kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan (Ki Hajar Dewantara, 1977:14).

Pembentukan karakter selain dilakukan melalui pendidikan formal juga ditentukan oleh kondisi sehari-hari dan lingkungan sekitar. Salah satu yang sangat mempengaruhi pembentukan karakter adalah informasi yang bertebaran yang diterima peserta didik.

Perkembangan penyiaran di Indonesia baik Penyiaran Televisi maupun Penyiaran Radio sangat pesat. Perkembangan ini disatu sisi sangat menggembirakan karena tersedia banyak alternatif bagi masyarakat dalam mendapatkan informasi. Tapi disisi lain ternyata perkembangan ini juga sangat mengkhawatirkan karena banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan media penyiaran yang akan membawa dampak buruk bagi pembentukan karakter anak.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mencatat berbagai bentuk pelanggaran oleh lembaga penyiaran pada tahun 2012. Yang paling mengkhawatirkan adalah pelanggaran pada perlindungan anak dan remaja (76 pelanggaran), kesopanan dan kesusilaan (70 pelanggaran) dan diikuti dengan pelanggaran yang mengeksploitasi seks (46 pelanggaran), penggolongan program siaran (34 pelanggaran) dan ketentuan iklan (20 pelanggaran)[2].

Kuantitas pelanggaran yang tinggi dalam bentuk pelanggaran terhadap anak dan remaja mendorong KPI untuk memberikan tema tahun 2013 sebagai Tahun Perlindungan Bagi Anak dan Remaja[3].

Pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran dari tahun ke tahun juga terus meningkat. Berdasarkan data sanksi yang diberikan KPI pada tahun 2015, ada total 266 sanksi yang diberikan kepada lembaga penyiaran, meningkat hamper 45% dari tahun 2014 yang berjumlah 184 sanksi[4].

rekap sanksi 2014-2015

Tabel 1. Rakapitulasi Sanksi KPI 2014-2015

Dari data sanksi tersebut dapat juga dilihat bahwa sanksi yang paling sering dijatuhkan KPI terhadap pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) adalah sanksi berupa Teguran. Sanksi Penghentian Program Sementara dan Pembatasan Durasi sangat jarang dijatuhkan.

KPI Yang Berwibawa

Berdasarkan latar belakang diatas maka untuk mendukung keberhasilan dan kemajuan pendidikan diperlukan penegakkan aturan yang tegas oleh KPI, melalui pengawasan yang ketat kontens siaran dari lembaga penyiaran yang harus berpedoman pada P3 & SPS.

Kewibawaan KPI akan didapat jika komisionernya mampu menegakkan aturan dengan tegas sesuai dengan perundangan dan pedoman perilaku yang diatur dalam P3 & SPS. Selain itu komisioner haruslah menguasai segala hal terkait penyiaran terutama dalam perkembangan teknologi penyiaran yang sangat pesat menuju penyiaran digital.

Yang Harus Dilakukan KPI

Beberapa hal yang dapat dilakukan Komisioner KPI agar lembaga KPI berwibawa dan dapat berkontibrusi nyata dalam kemajuan Pendidikan di Indonesia ;

  • Melakukan Pencegahan agar lembaga penyiaran tidak melakukan pelanggaran P3 & SPS dengan cara mensosialisasikan terus-menerus aturan dan pedoman yang ada, serta menegaskan sanksi yang dapat dijatuhkan atas pelanggaran P3 & SPS.
  • Melakukan penindakan dengan menjatuhkan sanksi yang tegas terhadap lembaga penyiaran yang menyiarkan kontens acara yang merugikan perkembangan pendidikan karakter anak,
  • Memberdayakan masyarakat atas hak mereka untuk siaran penyiaran yang positif dan bermanfaat, melalui berbagai macam sosialisasi dengan memanfaatkan keberadaan KPID di seluruh Indonesia,
  • Mendorong KPI dan KPID bekerjasama dengan lembaga pendidikan/Perguruan Tinggi dalam menemukan alat/teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mengawasi dan membatasi kontens siaran sesuai usia anak,
  • Memperkuat kerjasama KPI dan KPID dengan lembaga/instansi, Ormas, dan LSM di Pusat dan Daerah untuk berperan serta dalam pengawasan konten penyiaran.

Selain daripada itu kedepan pemilihan komisioner KPI dan KPID daerah harus dapat dipastikan terjaga jaraknya dengan kepentingan pemilik media dan juga unsur-unsur politis dalam penentuan calon Komisioner KPI/KPID. Indepedensi dan kemandirian komisioner KPI/KPID akan menjadi penentu kebehasilan KPI/KPID dalam menjalankan tugas sesuai yang dimanatkan perundangan dan jadi harapan masyarakat konsumen media penyiaran Indonesia.

Tidak kalah pentingnya komisioner harus lah yang cukup memahami tidak hanya regulasi dan sekitar masalah sosial terkait penyiaran tapi juga harus memahami perkembangan teknologi penyiaran dengan segala bentuknya.

—00—


[1] Boediono. Pendidikan Kunci Pembangunan. Artikel di media online Kompas.com 27 Agustus 2012, dialamat http://goo.gl/q2IPWo
[2] Nina Mutmainnah Armando, “Kecenderungan Isi Siaran: Bagaimana Menyikapinya?”, dalam Diskusi Publik Anak Muda di Tengah Kepungan Media”, SEMA FISIP UNAS, Jakarta, 24 April 2013.
[3] Penyiaran Kita, Komisi Penyiaran Indonesia, Januari-Februari 2013
[4] Laporan sanki KPI Desember 2015 yang disampaikan melalui website kpi.go.id

1 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here